TUJUH HARI MENCARI CINTA
Oleh: Irpan Ilmi
Aku
percaya... Tuhan menciptakan dunia dengan tersenyum. Betapa indahnya dunia ini.
Aku adalah keindahan yang Tuhan ciptakan, dan dia adalah keindahan yang
sesungguhnya. Tak tega aku milhat dia sendu, bercucurana air mata dan
berlinangan kesedihan. Andai aku punya sedikit saja keberanian untuk menyeka
gundah di pipinya.
Taman
konseling ini seperti obat pelipur bagi jiwa-jiwa yang kesepian, terutama
bagiku. Sabalad Caffe memang asyik untuk melepas penat. Setiap senja menjelang
malam, aku habiskan beberapa episode mega merah bersama dedaunan di taman
konseling coffe Sabalad.
“Bang itu siapa, sih?” Tanyaku pada bang Heri bartender
Caffe.
“Jangan gangguin dia, kau gangguin dia aku bunuh!” timpal
bang Heri.
“Ayo lah bang...! Please...! kali ini bantuin aku”.
Hari kedua.
Di hari
kedua ini air matanya tak lagi deras, namun mekanya menahan amarah. Ingin
kubuat pelangi mengelilingi pandangannya. Namun apa dayaku, yang bisa aku
lakukan hanya bisa membuat efek adobe premiere di video ini.
Hari
ketiga.
“Bang... ayolah bang bantu aku. Masa pelanggan caffe ini
kau biarkan sendiri saja dipojok taman. Aku juga ingin seperti orang – orang
berduaan”. Aku memelas pada bang Heri.
“Kan aku sudah bilang... jangan gangguin dia, dia itu
wanita baik-baik”
“Lah abang kira... abang kira ini aku gak baik? Baiklah
aku pergi”
Sembari
meninggalkan bang Heri terlintas dipikiranku untuk pura-pura jatuh di depannya.
Tepatnya di depannya aku menjatuhkan diri, berharap ia kan menolongku.
Parahnya, jangankan menolongku, melirik aku pun tidak. Aku yang pura-pura
kesakitan menyaksikan ia menyeruput kopi dengan tatapan yang kosong. Aku
perrgi.
Hari
keempat.
Saking
bersemangatnya, aku buru-buru menuju caffe sabalad. Tatapanku tak lepas dari
pandangannya, karena tak melihat ke depan akhirnya gelas yang di bawa bang Heri
tertubruk, aku jatuh dan gelas pecah. Semua mata tertuju padaku. Malu memang,
tapi aku senang bukan main, dia melihat adegan itu dan dia tersenyum tipis.
Burung-burung seakan terbang dan aku sepertidi surga. Entah magnet apa yang
menarikku, ketika bang Heri membersihkan pecahan gelas, tiba-tiba saja badanku,
kakiku mendekat padanya. Di luar dugaan, aku menjulurkan tangan yang basah oleh
Kopi.
“Aku Ilham, boleh berkenalan denganmu...!”
Dia
menatapku dan pandangannya kembali fokus ke awang-awang.
“Halo, aku Ilham, kamu siapa? Boleh berkenalan?”
Dia kembali
menatapku, hanya menatapku, keudian pandangannya kembali ke langit. Aku pergi
memesan Kopi.
Hari Kelima
Seperti
biasa aku memesan kopi yang biasanya aku pesan. Kutatap matanya dengan seksama.
“Bang... Bang... Bang...” akhirnya di menoleh, “bang....
hari ini aku bayar semua pesanan dia” dan aku pergi.
Hari
keenam.
Ketika aku
mau membayar kopiku dan kopinya, semua pesanan sudah di bayar
“Semua pesanan kamu sudah di bayar sama dia,
berterimakasih lah sama dia”
Hari
ketujuh
Dia sibuk
dengan catatan-catatannya, setelah aku habiskan kopiku aku pergi. Dipintu
keluar dia memanggilku.
“A... Hp nya jatuh” kata dia
Aku
berhenti dan memutarkan kepala, mengarahkan pandangan kepadanya dan berkata
“ Oh ya....!... Oh... iya....! sebenarnya aku sengaja
menjatuhkan Hp itu, aku sudah membuatkan video enam hari pertemuan aku dengan
kamu, coba kau lihat....!” Dia melihat video yang berisi tentang kesedihan dan
harapanku
“Bila kematian adalah jarak paling dekat yang bisa aku
jumpai, maka berjumpa denganmu adalah kenangan terindah. Usah lagi kau kucurkan
air mata, kenangan adalah jarak terjauh yang tak dapat kita tempuh.
Tersenyumlah seperti bunga, mekar meski senja akan pergi. Merekahlah meski
cahaya telah tiada. Tuhan itu Maha indah, dan kau adalah keindahan bukti
ciptaan-Nya.”
No comments:
Post a Comment