Pendahuluan
Pemikiran
ekonomi Islam muncul bersamaan dengan diturunkannya Al-Qur’an dan masa
kehidupan Rasulullah pada akhir abad 6 M hingga awal abad 7 M. Pelaksanaan
sistem ekonomi Islam telah ada dan dilaksanakan oleh Rasulullah SAW sebagai
seorang Rasul tauladan bagi umat muslim. Bahkan bangsa Arab telah terkenal
sebagai bangsa pedagang sebelum periode Rasulullah Saw. Dalam sejarah tercatat,
bahwa Mekkah merupakan urat nadi dari pusat perekonomian di sana atau dikenal
dengan sebutan Ummul Qurā. Pada masa Rasulullah, saudagar kaya sangat
menentukan pertumbuhan perekonomian. Hal ini disebabkan oleh pembangunan baik
sektor keagamaan, spritual maupun kebudayaan dibangun dengan mengutamakan
prinsip bisnks, keuntungan dan jual beli. Sehingga dari hal tersebut
menyebabkan ketidak adilan dan ketimpangan ekonomi, karena para pedagang hanya
fokus pada meraup keuntungan sebanyak-banyaknya. Hingga yang miskin semakin
miskin dan yang kaya semakin kaya.
Hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah
adalah sebagai batu loncatan untuk membangun masyarakat yang baru dinegeri yang
aman, karena melihat kondisi di Mekkah saat itu sudah tidak baik-baik saja.
Oleh karena itupula Rasulullah yang merupakan pemimpin dari kaum muslimin
mengerahkan kepada seluruh umat muslim untuk hijrah ke Madinah terkecuali bagi
mereka yang memiliki halangan. Untuk Intensifikasi pembangunan, Rasulullah
pertama kali membangun masjid sebagai lokomotif pembangunan. Masjid menjadi
pusat segala aktivitas yang berbasis etis dan moralitas bagi masyarakat. Selain
itu masjid juga menjadi tempat dalam menyusun aturan dan kebijakan-kebijakan
untuk menerapkan prinsip sosial dan kemanusiaan. Adapun karakteristik
perekonomian pada masa Rasulullah adalah sosial-religius yang menekankan kerja
kooperatif bagi kaum Muhajirin dan Anshar yang menyebabkan meningkatnya
distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Salah Satu Sebab terjadinya
peredaran uang yang terlalu tinggi adalah terjadinya defisit anggaran yang
ditutup dengan pinjaman. Karena itu agar kebijakan moneter menjadi lebih
efektif, perlu
kordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal untuk mewujutkan tujuan-tujuan
nasional. Pada awal pemerintahan Islam dimasa Rasulullah jarang terjadi defisit
dan Baitul Mall merupakan lembaga yang diberikan wewenang dalam mengatur
pengelolalaan moneter. Rasulullah memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan
negara pada abad ketujuh, yakni semua hasil pengumpulan negara harus
dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dibelanjakan sesuai dengan kebutuhan
negara.
A.
RUMUSAN MASALAH
Melihat
latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1. Bagaimana potret sosial ekonomi abad ke-7 M ?
2. Bagaimana biografi Nabi Muhammad SAW ?
3. Bagaimana kondisi ekonomi pada masa Nabi Muhammad SAW ?
B.
TUJUAN
Tujuan penulisan yang hendak dicapai dalam
pembahasan makalah ini
dapat disebutkan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui potret social ekonomi abad ke-7 M ?
2. Untuk mengetahui biograrfi Nabi Muhammad SAW ?
3. Untuk mengetahui koindisi ekonomi pada masa Nabi
Muahammad SAW
BAB II
PEMBAHASAN
A.
POTRET SOSIAL EKONOMI ABAD
KE-7 M
Untuk mengetahui kondisi
sebenarnya kehidupan sosial ekonomi dan perdagangan masa Nabi Muhammad SAW
terlebih dahulu perlu ditelusuri sejarah kehidupan sosial ekonomi sebelum
Muhammad. Ini dirasa penting untuk mengetahui kesinambungan sejarah yang
terjadi pada masa tersebut. Secara khusus tulisan ini memang hendak menelusuri
sejarah ekonomi pemasaran, maka entitas-entitas kehidupan politik memang jarang
mendapatkan posisi tersendiri dalam tulisan ini. Walaupun kedua bidang ekonomi
dan politik adalah dua sisi yang saling mempengaruhi dan mewarnai. Oleh
karenanya penulis juga akan memberikan analisis sosio-politik yang terjadi.
Dalam
sejarah dicatat bahwa empat putra Abdul Manaf (buyut Nabi Muhammad) mendapatkan
jaminan dan izin dari para pemimpin negeri sekitar Mekah, seperti; Syria, Iraq,
Yaman dan Ethiopia. Mereka diperbolehkan membawa kafilah kafilah perdagangan ke berbagai
negara-negara sekitar dengan aman. Hasyim, putra Abdul Manaf adalah orang
pertama yang menggagaskan perlunya partisipasi dalam perdagangan internasional
yang terjadi antara negara-negara timur seperti Syria dan Mesir. Ia juga
mempunyai gagasan untuk membeli barang-barang kebutuhan bangsa Arab yang dapat
dijual kembali pada kabilah-kabilah Arab sepulang perjalanan[1].
Fakta
sejarah ini menunjukkan akan reputasi kota Makkah sebagai pusat perniagaan yang
menarik perhatian para pedagang dan investor dari dalam maupun luar negeri. Ini
terjadi ketika perjalanan Persia memiliki kekuasaan yang mapan atas perdagangan
internasional yang berlangsung antar negara-negara timur dan kerajaan Romawi
memiliki rute yang membentang di wilayah-wilayah utara Arab dan teluk Persia.
Hal ini kemudian memberikan stimulan aktivitas perdagangan yang di bawa melalui
pesisir laut merah antara Arab Selatan, Syria dan Mesir[2].
Untuk
mengetahui lebih detail perlu dikupas aktivitas ekonomi, faktor-faktor yang
menunjang kehidupan utama masyarakat Arab sebelum Muhammad.
B.
Setting Sosial Ekonomi
Bangsa Arab Pra Nabi Muhammad SAW
Dilihat
dari aspek geografis jazirah Arab di bagi menjadi dua bagian besar yaitu bagian
tengah dan bagian pesisir. Sebagian besar jazirah adalah padang pasir sahara
yang terletak di tengah dengan keadaan dan sifat yang berbeda-beda (Yatim,
2002:9), Ahmad Amin (1975:1-2), membagi jazirah Arab menjadi tiga bagian,
yaitu:
1.
Sahara langit, mempunyai panjang 140 mil dari arah utara ke selatan dan 180 mil
dari Arab timur ke barat. Ini disebut juga dengan sahara method. Daerah ini
jarang dijumpai sumber air dengan ciri tiupan angin kencang yang sering menyebabkan
kabut debu.
2.
Sahara selatan yang membentang menggabung sahara langit ke arah timur sampai
selat Persia. Hampir seluruhnya merupakan dataran keras, tandus dan penuh pasir bergelombang, ini terkenal
dengan istilah al Rab al Khali (tempat yang sepi).
3.
Sahara Harrat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berbatu hitam,
gugusan batu itu menyebar di sepanjang sahara ini.
Karena
keadaan yang kurang bersahabat membuat penduduk sahara yang terdiri dari suku
Badui mempunyai gaya hidup pedesaan dan nomadic, yaitu perpindahan dari satu
daerah ke daerah lain untuk mencari air dan padang rumput untuk binatang
gembalaan mereka yaitu kambing dan unta (Syalabi, 1983:28-29). Sebagai suku
keturunan semit, suku Badui adalah kelompok suku Nomad, di mana hanya beberapa
saja yang tinggal di dekat oase dan menjalankan kehidupan yang menetap. Bagi
mayoritas suku Badui, nomadisme adalah watak mereka. Suku badui mempunyai watak
keras, keuletan dan ketabahan adalah kelebihan mereka, sedangkan kekurangannya
adalah kurang disiplin dan kurang menghormati kekuasaan, mereka memakai pakaian
bawah yang panjang yang disebut tsaub (pakaian) dengan ikat pinggang serta
pakaian atas yang longgar (aba’) kepala di tutup dengan syal yang disebut
dengan kufiyya yang di ikat dengan tali (‘iqal). Disamping mereka nomadisme,
memelihara unta, lembu dan kambing, penyerbuan ke suku lain menjadi tuntutan
ekonomi karena seringnya hal ini terjadi sehingga perang antar suku menjadi hal
yang umum. Sebagaimana kehidupan di dalam hutan, hidup juga berarti mati
(Hitti, 1965: 7-8).
Berbeda
dengan penduduk yang tinggal di sepanjang pesisir, walaupun jumlahnya tidak
terlalu banyak, penduduk ini sudah hidup menetap dengan mata pencaharian
bertani dan berniaga. Karena itu, mereka sempat membina berbagai macam budaya,
bahkan karajaan (Badri Yatim, 2002:10). Dilihat dari asal-usul keturunan,
penduduk jazirah dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu golongan
Qahthaniyyun (keturunan Qahthan)
dan Adnaniyyun (keturunan Ismail Ibnu Ibrahim). Pada awalnya wilayah utara arab
di diami golongan asnaniyyun dan wilayah selatan di huni oleh golongan
dahthaniyyun. Akan tetapi lama kelamaan mereka membaur karena perpindahan perpindahan dari utara ke selatan
dan sebaliknya.
(Ensiklopedi Islam, 1997:11-3)
Bangsa
Arab memiliki mata pencaharian, pertanian, dan peternakan. Peternakan menjadi
sumber kehidupan bagi Arab Badui. Mereka berpindah-pindah menggiring ternaknya
ke daerah yang sedang musim hujan atau ke pandang rumput. Mereka mengkonsumsi
daging dan susu dari ternaknya. Serta membuat pakaian dan kemanya dari bulu
domba. Jika telah terpenuhi kebutuhannya, mereka menjualnya kepada orang lain.
Orang kaya dikalangan mereka terlihat dari banyaknya hewan yang dimiliki.
Selain
Arab Badui, sebagian masyarakat perkotaan yang menjadikan peternakan sebagai
sumber penghidupan. Ada yang menjadi pengembala ternak milik sendiri, ada juga
yang mengembala ternak orang lain. Seperti Nabi Muhammad Saw, ketika tinggal di
suku Bani Sa’ad, beliau seorang pengembala kambing. Begitu juga Umar bin
Khaththab, Ibnu Mas'ud dan lainnya.
Adapun
Masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran kota, seperti Yaman, Thaif,
Madinah, Najd, Khaibar atau yang lainnya, mereka menggantungkan sumber
kehidupan pada pertanian. Selain pertanian, mereka memilih perniagaan sebagai
mata pencaharian, khusunya, penduduk Makkah. Mereka memiliki pusat perniagaan
istimewa. Penduduk Makkah memiliki kedudukan tersendiri dalam pandangan
orang-orang Arab. Orang-orang Arab lain tidak akan mengganggu mereka, juga tidak
akan mengganggu perniagaan mereka.
Allah
SWT telah menganugrahkan hal itu kepada mereka. Allah Azza wa Jalla berfirman
dalam surah Al – Ankabut ayat 67: "Tidakkah mereka memperhatikan, bahwa
Sesungguhnya Kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah suci yang aman, sedang
manusia sekitarnya saling merampok. Mengapa (setelah kebenaran nyata) mereka
masih percaya kepada yang bathil dan ingkar kepada nikmat Allah?."
Suku
Quraisy merupakan penduduk Mekkah yang memegang peranan dalam perniagaan di
Jazirah Arab. Mereka mendapat pengalaman perniagaan dari orang-orang Yaman yang
pindah ke Mekah. Orang-orang Yaman terkenal keahlianya di bidang perniagaan.
Selain itu, kota Makkah memiliki Ka’bah sebagai tempat orang-orang di jazirah
Arab melaksanakan haji. Mereka datang untuk melaksanakan haji setiap tahun.
Kebisaan Orang-orang Quraisy mengadakan perjalanan perdagangannya ke
daerah-daerah lain. Allah
SWT mengabadikan perjalanan dagang sebagai perjalanan dagang yang sangat
terkenal, yaitu perjalanan musim dingin menuju Yaman, dan sebaliknya perjalanan
dagang musim panas ke Syam, dalam surah Quraisy, ayat 1-4.
Muhammad
yang kemudian dikenal dengan Nabi Muhammad SAW
lahir pada saat menjelang subuh tepatnya hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal
bertepatan dengan tanggal 20 Agustus 570 M tahunnya dinamakan tahun Gajah.
Beliau dilahirkan dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah telah meninggal
dunia ketika Muhammad masih dalam kandungan ibunya, dan Aminah pun meninggal
ketika Muhammad berusia enam tahun. Anak yang yatim piatu itu selanjutnya
diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib dua tahun kemudian sang kakek pun wafat
juga. Pengasuhan Muhammad selanjutnya diteruskan oleh pamannya Abu Thalib[3].
Nabi
Muhammad adalah anggota bani Hasyim. Sebuah kabilah yang paling mulia dalam
suku Quraisy dan mendominasi masyarakat Arab. Bani Hasyim memang termasuk dalam
sepuluh pemegang jabatan tertinggi dalam masyarakat Mekah. Jabatan itu adalah
siqayah, yakni pengawas mata air zamzam untuk dipergunakan oleh para peziarah.
Walaupun demikian jabatan itu kurang memberikan kekuasaan dan kurang
menguntungkan dibandingkan dengan jabatan-jabatan yang lainnya, seperti liwa’ (jabatan ketentaraan),
diyat (kekuasaan hakim sipil dan kriminal), sifarah (kuasa usaha negara),
khazinah (jabatan administrasi keuangan) dan nadwa (ketua dewan). Dengan
demikian, Nabi Muhammad saw berasal dari kalangan keluarga terhormat yang
relatif miskin. Ayah Muhammad saw bernama Abdullah, putra Abdul Muthalib,
seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Pengaruh yang besar ini
bukan karena jabatannya tetapi karena sifat dan pembawaan pribadinya. Ibu
Muhammad saw adalah Aminah binti Wahhab dari Bani Zuhrah. Baik dari garis ayah
maupun ibunya, silsilah Nabi Muhammad SAW sampai kepada Nabi Ibrahim AS dan
Nabi Ismail AS[4].
Tahun 595 M: Sekitar tahun ini, Nabi
Muhammad SAW menginjak usia 25 tahun dan bekerja pada saudagar perempuan kaya
Siti Khadijah. Kagum dengan karakter Nabi Muhammad SAW, Khadijah yang saat itu
berusia 40 tahun menawarkan pernikahan. Pernikahan tersebut dianugerahi dua orang anak laki-laki yang
meninggal saat masih kecil, serta empat orang anak perempuan yang dikagumi dunia.
Tahun 610 M: Di tahun inilah, Nabi
Muhammad SAW mulai menerima wahyu saat berusia 40 tahun. Wahyu ayat pembuka surat
Al-Alaq yang dibawakan Malaikat Jibril. Rasulullah SAW dikisahkan panas dingin dan sangat gelisah menerima
wahyu hingga ditenangkan Khadijah. Sepupu Khadijah, Waraqah ibn Nawfal,
mengkonfirmasi status Muhammad sebagai seorang utusan Allah SWT.
Tahun 613 M: Selama tiga tahun wahyu
terus turun namun Nabi Muhammad SAW membatasi diri untuk membicarakan hal
tersebut. Wahyu baru mulai menyerukan ketika turun perintah dari Allah SWT
untuk menyebarkannya pada masyarakat luas. Aktivitas Nabi Muhammad SAW awalnya
tidak mendapat perlawanan dari Quraisy dan masyarakat Makkah. Perlawanan baru
terjadi saat Al Quran menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah SWT. Pernyataan dalam Al Quran berlawanan
dengan praktik suku Quraisy dan masyarakat Arab. Nabi Muhammad SAW lahir di
lingkungan suku Quraisy yang saat itu menjadi masyarakat elit di Mekah.
Besarnya perlawanan, memaksa para
pengikut Nabi Muhammad SAW mencari perlindungan hingga ke penguasa Ethiopia.
Perlindungan yang ditawarkan penguasa Ethiopia sempat membuat beberapa suku di
Makkah melakuan boikot dan menolak berniaga dengan Quraisy. Setelah masalah boikot selesai, Nabi Muhammad SAW
mengalami Isra Mi'raj yang luar biasa. Dalam perjalanan dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsa kemudian surga inilah Nabi Muhammad SAW menerima perintah sholat
lima kali sehari.
Sekitar tahun 622, Nabi Muhammad SAW memutuskan
hijrah ke Madinah bersama sahabat dan khalifah pertama Abu Bakar. Hijrah adalah
perjalanan penting yang menentukan perkembangan Islam di masa mendatang.
Nabi Muhammad SAW hijrah setelah mendapat
peringatan dari Malaikat Jibril. Peringatan inilah yang membantu Nabi Muhammad
SAW lolos dari rencana pembunuhan yang disusun Quraisy.Islam terus berkembang
dan meraih banyak pengikut selama Nabi Muhammad SAW berada di Madinah.
Rasulullah SAW bahkan mendesain rumahnya supaya bisa digunakan sebagai tempat
ibadah.
Pada
tahun kesepuluh pasca Hijrah, Nabi mengerjakan ibadah haji yang terakhir, yang
disebut juga dengan haji wada’. Pada tanggal 25 Zulkaedah 10 bertepatan dengan
tanggal 23 Februari 632 M Nabi Muhammad SAW meninggalkan Madinah. Sekitar
seratus ribu jemaah turut menunaikan ibadah haji bersamanya. Pada waktu wukuf
di ‘Arafah, ditengah lautan manusia
itu, Nabi Muhammad menyampaikan khutbahnya yang sangat bersejarah. Isi khutbah
itu antara lain adalah larangan menumpahkan darah kecuali dengan hak dan
larangan mengambil harta orang lain dengan batil, karena nyawa dan harta benda
adalah suci, larangan riba dan larangan menganiaya, perintah untuk
memperlakukan para istri dengan baik serta lemah lembut, perintah menjauhi
dosa, semua pertengkaran di antara mereka di zaman jahiliah harus saling
memaafkan. Pembalasan dengan tebusan darah sebagaimana yang berlaku di zaman
jahiliyah tidak lagi dibenarkan, persaudaraan dan persamaan di antara manusia
harus ditegakkan, hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik. Yakni mereka
memakan apa yang dimakan majikannya dan memakai apa yang dipakai majikannya dan
yang terpenting adalah bahwa umat Islam harus selalu berpegang pada dua sumber
yang tak pernah usang, yaitu al-Quran dan al-Sunah Nabi SAW
Pada
saat-saat seperti itu pula Allah swt menurunkan wahyu yang terakhir: “Pada hari
ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-sempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agama bagimu” (QS.5:3). Mendengar ayat ini banyak orang
bergembira karena telah menyempurnakan agama mereka, tetapi adapula yang
menangis, seperti Abu Bakar karena mengetahui bahwa ayat itu dengan jelas
merupakan pertanda berakhirnya tugas Nabi SAW (Ridha, 1966:113).
Dua
bulan setelah menunaikan ibadah haji wada’, Nabi Muhammad SAW sakit demam.
Meskipun badannya mulai lemah, ia tetap memimpin shalat berjamaah. Baru setelah
dia sangat lemah, tiga hari menjelang wafatnya, dia tidak lagi mengimami shalat
berjamaah. Sebagai gantinya, dia menunjuk Abu Bakar sebagai imam shalat.
Tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin tanggal dua belas Rabiulawal
11 H atau tepatnya tanggal 8 Juni 632, Nabi Muhammad SAW meninggal dunia di
rumah istrinya A’isyah binti Abu Bakar dengan wasiat terakhir : “Ingatlah salat dan Khotbah”
Perjalanan
hidup Nabi Muhammad SAW dapat dijadikan pelajaran buat bersama. betapa berat
cobaan yang harus dilaluinya dan betapa cerdas metode yang telah ditempuh untuk
mengatasinya. Sebagaimana sejarah mencatat, Muhammad lahir dalam keadaan yatim
dan menjadi piatu setelah melewati masa balita. Dipelihara kakeknya, Muhammad
saw belajar tentang beragam ketrampilan hidup (life skills), termasuk berniaga
untuk mencari nafkah.
Lima
tahun kemudian, Khadijah tak hanya mempercayakan modal finansial kepada
Muhammad, tapi melamar untuk menikahinya. Saat itu Muhammad telah menjadi
pengusaha yang mandiri, dengan aset yang terus bertambah, terbukti dari mahar
yang diberikannya kepada khadijah sebesar 100 ekor unta. Harga seekor unta Arab
lebih mahal dari pada seekor sapi di Indonesia, katakanlah untuk ukuran
sekarang sekita 10 juta. Itu berarti Muhammad telah menyiapkan mahar senilai
tak kurang dari Rp 1 milyar! Informasi sejarah ini jarang sekali disebutkan dan
dicerita para dai kita. Padahal, di situ terungkap pelajaran berharga, betapa
seorang calon pemimpin dunia yang akan membebaskan manusia dari kejahiliahan,
telah terbebas dari kebutuhan duniawi. Dalam bahasa modern bisa dibilang
Muhammad memasuki tahap kemandirian finansial pada usia dua puluh tahun, di
awal pernikahannya. Dengan persiapan secanggih dan sematang itu, tak ada lagi
halangan bagi Muhammad untuk tampil menjalankan tugas publiknya kelak. Dorongan
religius menjadi faktor utama sukses bisnis, bahkan kesuksesan dalam lapangan
sosial-politik yang lebih luas
Golongan
hartawan memiliki tanggung jawab lebih besar untuk menyantuni golongan miskin
dan menciptakan kesejahteraan umum. Kecukupan harta juga menjadi persyaratan
bagi seseorang yang akan ditunjuk sebagai pejabat publik, demi menghindari
terjadinya penyimpangan kekuasaan.
D.
Kehidupan Ekonomi
Perdagangan Periode Makkah
Dilihat
dari sejarahnya, Makkah menjadi tempat persinggahan para kafilah yang
mengadakan perjalanan antara Yaman di selatan dan Syam dan Paletina di bagian
Utara Arab. Menjelang kedatangan Islam, semua penduduk Makkah mengaku sebagai
keturunan Quraisy atau al-Nadzir. Walaupun demikian mereka tetap berbagi-bagi
dalam beberapa kabilah Bani Hasyim, Bani Umayyah, Bani Naufal, bani Zuhra, Asad,
Taim, Makhzumi, ‘Ady, Djamah, Bani Sahm.
Beberapa
literatur juga mengatakan bahwa salah satu daya tarik Makkah bagi para kafilah
dagang yang melakukan perjalanan jauh adalah sumur zam-zam. Sumur itu sudah ada
sejak Siti Hajar mencari air diantara bukit Shofa dan Marwa. Sumur itu kemudian
disempurnakan oleh Muzaz ibnu Amr mertua Nabi Ismail as. Dalam perdagangan
memang suku Quraisy menyebar luas menguasai titik-titik perdagangan, para
saudagar dari berbagai negara berdatangan ke makkah untuk membuka usaha baru.
Di Makkah juga terdapat para pengrajin yang menggantungkan kehidupannya mereka
pada saudagar atau pedagang kaya Makkah. Diceritakan pula bahwa ada banyak
pedagang dengan berbagai potensi yang hidup di Makkah. Antara lain tukang kayu,
pandai besi, pembuat pedang, penjahit, penenun, pembuat panah, pedagang minyak,
penyamak kulit, pemilik toko dan para orang yang meminjamkan uang.
Nabi
Muhammad saw. mendapatkan keuntungan yang sangat besar ketika memulai karirnya
sebagai pedagang. Ia merupakan salah seorang dari anggota keluarga besar suku
Quraisy dan karenanya ia diharapkan berprofesi sebagai wirausahawan untukmata pencahariannya sebagaimana anggota suku Quraisy
lainnya. Meskipun pada awalnya tidak memiliki uang untuk berbisnis sendiri. Ia
memutar dana investasi pada investor dan menjadi manajer (pengelola) bagi
anak-anak yatim yang tidak sanggup menjalankan harta mereka sendiri.
Ketika
Makkah mengalami perkembangan ekonomi yang begitu pesat, muncullah
kecenderungan pasar ke arah individualisme. Ini tentu berbeda dengan
karakteristik kolektivisme yang ada dalam suku-suku di Makkah. Hal ini terjadi
karena aktivitas perdagangan tidak lagi mengenal batas-batas suku dan kerjasama
intra suku mulai terbentuk. Sebuah fenomena transformasi ekonomi. Sistem kesukuan
mulai runtuh dan digantikan oleh sistem kelas (solidaritas kelas). Artinya
bahwa orang yang mempunyai usaha akan selalu bekerja sama dengan para
orang-orang yang selevel dengan dia. Sehingga kekayaan hanya berputar bagi
orangorang yang punya usaha dagang sementara yang miskin selalu terpinggirkan.
Inilah salah satu faktor utama mengapa para pembesar Quraisy menolak
habis-habisan misi Muhammad dengan agama barunya.
Pada saat
ajaran Muhammad mulai diterima sebagian masyarakat Makkah, muncullah ketegangan
sosial akibat runtuhnya solidaritas kesukuan. Dalam menghadapi konflik sosial
dan masa transisi tersebut, dalam hal ini selama, Muhammad tidak mengikuti
langkah Budha pada abad ke-6, yaitu lebih memilih pendekatan asketis dengan
jalan mengekang diri dari arena konflik. Sebaliknya Nabi lebih mendukung
perubahan yang bersifat progresif dengan cara mengambil nilai-nilai masyarakat.
suku yang tidak bertentangan dengan perubahan sejarah sehingga terciptalah
keseimbangan antara individualisme dan kolektivisme (Engineer, 1999: 79-80)[5].
Ini bisa dilihat dalam ayat-ayat Makiyyah yang berciri pendek dan tegas selalu
menekankan dan imbauan kepada pedagangpedagang kaya Makkah untuk memperhatikan
nasib kaum fakir dan miskin, yatim piatu, janda dan orang-orang yang membutuhkan.
Selama
kurun waktu tiga belas tahun semenjak kerasulan Nabi berusaha menghilangkan
penyakit sosial di Makkah dan membangun budi dan sosial. Periode Makkah merupakan
masa-masa yang paling berat yang dijalani Nabi. Sebab banyak sekali hambatan
dan rintangan yang harus dilewatinya. Penanaman kejujuran dan kebenaran menjadi
agenda yang penting. Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad menjelaskan bhawa
kejujuran akan selalu berdiri tegak di atas prinsip-prinsip kebenaran dan akan
mendatangkan kebenaran, Misalnya dalam mengukur, menakar dan menimbang semuanya
harus dilakukan dengan jujur dan tidak curang.
E.
Kehidupan Ekonomi
Perdagangan Periode Madinah
Kedatangan
Rasulullah di Madinah diterima dengan tangan terbuka dan penuh antusias oleh
masyarakat Madinah. Dalam waktu yang singkat beliau menjadi pemimpin suatu
komunitas yang kecil yang terdiri dari para pengikutnya, namun jumlah hari demi
hari semakin meningkat. Hampir seluru penduduk kota Madinah menerima Nabi
Muhammad menjadi pemimpin di Madinah, tak terkecuali orang-orang Yahudi. Di
bawah kepemimpinannya, Madinah berkembang cepat dan dalam waktu sepuluh tahun
telah menjadi negara yang sangat besar dibandingkan dengan wilayahwilayah lain
di seluruh jazirah Arab.
Di
Madinah, Rasulullah mula-mula mendirikan majelis syura, majelis ini terdiri
dari pemimpin kaum yang sebagian dari mereka bertanggung jawab mencatat wahyu.
Pada tahun 6 Hijriyah Rasulullah mengangkat sekretaris dengan bentuk sederhana
telah dibangun. Rasulullah juga telah mengutus utusan ke pemimpin negara-negara
tetangga. Orang-orang ini mengerjakan tugasnya dengan sukarela dan membiayai
hidupnya dari sumber independen, sedangkan pekerjaan sangat sederhana tidak
memerlukan perhatian penuh. Pada dasarnya, orang-orang yang ingin bertemu
kebanyakan orang-orang miskin. Mereka diberikan makanan dan juga pakaian.
Setelah Makkah telah dikuasai kaum muslimin, jumlah delegasi yang datang
bertambah banyak sehingga tanggung jawab Bilal untuk melayani mereka bertambah.
Dalam
sistem ekonominya, Islam mengakui kepemilikan pribadi, Dalam mencari na‑ah kaum
muslimin berkewajiban mencara na‑ah yang halal dan dengan cara yang adil.
Rasulullah pun
menganjurkan mencari na‑ah yang baik adalah melalui perniagaan dan jual beli.
Dalam berniagaan Rasulullah melarang mencari harta kekayaan dengan cara-cara
yang ilegal dan tidak bermoral. Islam tidak mengakui permbuatan menimbun
kekayaan atau mengambil keuntungan atas kesulitan orang lain. Di sisi lain,
terdapat pula cara-cara perniagaan yang dilarang oleh Islam, misalnya judi,
menimbunan kekayaan, penyelundupan, pasar gelap, korupsi, bunya, riba dan
aktivitas-aktivitas yang sejenisnya
Pada
zaman Rasulullah, sudah mulai ditanamkan larangan pembungaan uang atau riba,
sebagaimana yang biasa oleh orangorang Yahudi di Madinah. Maka untuk menghilangkan riba
ini, al-Qur’an memberi solusi dengan cara zakat, shodaqah dan sejenisnya. Ini
ditandai dengan diwajibkannya shadaqah fitrah pada tahun kedua hijriyah atau
lebih dikenal dengan zakat fitrah setiap bulan ramadhan datang, yang didistribukan
kepada para fakir, miskin, budak, amil (pengurus zakat), muallaf dan lain-lain.
Tatanan
ekonomi negera madinah sampai tahun keempat hijrah, pendapatan dan sumber
dayanya masih relatif kecil. Kekayaan pertama datang dari banu Nadzir, kelompok
ini masuk dalam pakta Madinah tetapi mereka melanggar perjanjian, bahkan
berusaha membunuh Rasulullah saw. nabi meminta mereka meninggalkan kota
Madinah, akan tetapi mereka menolaknya, Nabipun mengerahkan tentara untuk
mengepung mereka. Pada akhirnya, mereka menyerah dan setuju meninggalkan kota
dengan membawa barang-barang sebanyak daya angkut unta, kecuali baju baja.
Semua milik Banu Nadzir yang ditinggalkan menjadi milik Rasulullah saw.
sebagaimana ketentuan yang sampaikan Allah dalam al-Qur’an, kaerena mereka
mendapatkan tanpa peperangan. Rasulullah pun membagikan tanah-tanah ini kepada
kaum fakir miskin dari golongan anshar dan muhajirin. Sendangkan bagian
Rasulullah diberikan kepada keluarganya untuk memenuhi kebutuhannya.
Aset
pemerintahan Islam Madinah juga didapat dari Khaibar, yang terlah ditaklukkan
pada tahun ke-7 hijrah. Setelah pertempuran satu bulan mereka menyerah dengan
syarat tidak meninggalkan tanah mereka. Mereka mengatakan kepada Rasulullah,
bahwa mereka memiliki kemampuan dan pengalaman khusus dalam bertani dan
berkebun kurma. Mereka meminta izin untuk tetap tinggal di Khaibar. Rasulullah
mengabulkan permintaan mereka dan memberikan kepada mereka setengah bagian
hasil panen dari tanah mereka. Sahabat Nabi bernama Abdullah Rawabah biasanya daang
tiap tahun untuk memperkirakan hasil produksi dan membaginya menjadi dua bagian
yang sama banyak. Hal itu terus berlangsung selama masa pemerintahan
kepemimpinan Rasulullah saw. dan Abu Bakar al-Shiddiq.
BAB III
PENUTUP
Pada
dasarnya pada zaman Rasul tatanan perekonomian Islam masih sangat sederhana,
landasannya hanya dari wahyu alQur’an dan ijtihad Nabi Muhammad Saw. sendiri
yang tertuang dalam hadis. Ekonomi Islam mulai muncul ketika Nabi hijrah ke
Madinah, saat pertama kali tiba keadaan Madinah masih kacau. Masyarakat Madinah
belum memiliki pemimpin atau raja yang berdaulat. Yang ada hanya kepala-kepala
suku yang menguasai daerahnya masing-masing. Suku-suku yang terkenal saat itu
adalah suku Aus dan Khazraj. Pada saat masih berupa suku-suku ini kota Madinah
belum ada hukum dan pemerintahan. Antar kelompok masih saling bertikai.
Kelompok yang terkaya dan terkuat adalah Yahudi, namun ekonominya masih lemah
dan bertopang pada bidang pertanian.
Setelah
Rasulullah wafat, Abu Bakar melanjutkan praktik perekonomian Islam dengan
menitik beratkan pada keakuaratan pembayaran zakat. Dengan menindak tegas dan
memerangi suku-suku yang menolak membayar zakat. Pada masa Umar, praktik
ekonomi Islam semakin luas dan semakin maju seiring ditaklukkannya
negera-negara di sekitar jazirah Arabia yang meliputi Romawi timur (Syiria,
Palestina dan Mesir) dan seluruh Persia termasuk Irak, titik berat praktik
ekonomi Islam pada masa Umar ini pada pengelolaan Baitul Mal dan pajak
pengelolaan tanah (kharaj) yang disita dari negera yang ditaklukkan. Pada masa
Utsman, ia mengambil kebijakan tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya,
ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan menyimpan
uangnya di bendahara negara. Pada masa Ali bin Abi thalib, pajak terhadap para pemilik
hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abbas, gubernur Kufah, memungut
zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu masakan. Pada
sama pemerintahannya juga, Ali mempunyai prinsip bahwa pemerataan distribusi
uang rakyat yang sesuai dengan kapasitasnya.
Kami ucapkan
terima kasih terhadap semua pihak yang sudah berpartisipasi did alam pembuatan
makalah ini sehingga bisa diselesaikan tepat pada waktunya.
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika
dalam penyusunan makalah di ini masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata
sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan susunan
makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang
bisa membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
1. Junaidi Abdillah, Ilmu Fiqih Pemasaran ; Sisi Lain
Nabi Muahammad SAW Sebabagi Pemasar, Semarang: Elsa Press, 2019.
3.
https://news.detik.com/berita/d-5232851/maulid-nabi-2020-berikut-biografi-singkat-nabi-muhammad-saw
[1] Junaidi Abdillah,
Ilmu Fiqih Pemasaran ; Sisi lain nabi Muahammad SAW Sebabagi Pemasar (Semarang:
eLSA Press, 2019) Hal. 59
[2] Junaidi Abdillah, Ilmu
Fiqih Pemasaran ; Sisi lain nabi Muahammad SAW Sebabagi Pemasar (Semarang: eLSA
Press, 2019) Hal. 60
[3] Junaidi Abdillah,
Ilmu Fiqih Pemasaran ; Sisi lain nabi Muahammad SAW Sebabagi Pemasar (Semarang:
eLSA Press, 2019) Hal. 69
[4] https://news.detik.com/berita/d-5232851/maulid-nabi-2020-berikut-biografi-singkat-nabi-muhammad-saw (diakses pukul 14.30 Wib tanggal 23 April 2022)
[5] Junaidi Abdillah, Ilmu
Fiqih Pemasaran ; Sisi lain nabi Muahammad SAW Sebabagi Pemasar (Semarang: eLSA
Press, 2019) Hal. 91
No comments:
Post a Comment