1-IRPAN-ILMI

Klik Info Ini...!

Full width home advertisement

irpan-ilmii

My Journey

Rise Your Hand

Post Page Advertisement [Top]

irpan-ilmii
CERPEN
Kenanga Kenangan




Oleh: Moh. Alimin
Seperti pagi biasa, mentari mulai membentangkan sayapnya, menyirami sebagian kota dengan sinarnya yang hangat sambil menerobos paksa masuk ke celah jendela yang terbuka di ruang-ruang rumah, dan secara tidak sengaja telah membangunkan tidur sosok perempuan paruh baya yang sedang asik bersembunyi di balik selimut yang nyaman idamannya.
 
Awalnya, sapaan mentari yang hangat itu hanya ia balas dengan wajah yang cemberut. Sambil meronta tak mau membuka mata, ia tarik selimutnya untuk menutupi kembali sebagian wajahnya yang sedari tadi tersinari oleh hangatnya mentari. Namun, tidak lama kemudian ia buka perlahan selimutnya yang tebal dan nyaman itu, ia tunjukkan penuh batang hidungnya, sambil menghirup udara dalam-dalam, seakan ingin menyedot habis aroma kopi yang tepat berada di atas meja di samping ranjangnya.
“Selamat pagi Yanti, Sayang...!”
Seperti orang penasaran, mendengar suara tanpa tahu wujudnya, maka tanpa suatu arahan pun kedua tangannya serentak mengupas biji mata yang masih tertutup oleh kelopak indah yang syarat dengan bulu mata lentik nan lebat. Setelah kedua biji matanya terlihat bulat sempurna dengan warnanya yang hitam kuat, muncul lah belahan senyum akrab dari lelaki yang telah menghalalkannya dengan janji di depan penghulu dan beberapa saksi, kurang lebih lima bulan yang lalu.
“Mas Arman!” Sambil setengah tidak percaya, ia mengucek kembali matanya dan menatap tajam sosok wajah tampan yang ada di hadapannya, meyakinkan otaknya bahwa lelaki itu adalah suaminya.
“Iya, Sayang. Ini aku suamimu. Apa aku telah mengganggu tidurmu pagi ini?”
Tanpa bersuara ia hanya menjawab suaminya dengan gelengan kepala yang diiringi senyuman manja dari mulut mungilnya yang masih kering polos belum tersapu oleh lipstik merah jingga kesukaannya.
“Ayo diminum kopinya, keburu dingin loh!” Ucap suaminya sambil mengulurkan tangan kanan meraih cangkir hangat berwarna putih polos dengan gambar kapal layar, kemudian mendekatkannya ke istrinya. Tanpa menunggu lama, cangkir itu langsung Yanti raih. Dia menyeruputnya pelan, sangat menikmati. Hemm…
“Maafkan Yanti ya Mas. Hari ini Yanti bangun kesiangan. Belum sempat bikin sarapan, malah bikin mas repot buat nyiapin secangkir kopi.” Tawar Yanti dengan wajah melas, seraya menego cinta pada suaminya.
“Ya, nggak apa-apa, Sayang. Sesekali boleh kan aku yang bangun lebih pagi?” Senyum Arman melebar seakan sengaja ingin menunjukkan barisan giginya yang rapi.
Lagi-lagi Yanti tidak menjawab pertanyaan suaminya dengan kata-kata, melainkan hanya senyuman kecil tanda terimakasih atas kebaikan suaminya. Namun, ada yang ganjil dalam benak Yanti. Saat ia melihat benda bulat yang berisikan tiga jarum yang saling berputar, ia lihat jarum yang paling pendek belum menunjuk ke angka enam. Seketika hatinya tersontak bertanya, sebenarnya saya yang kesiangan bangun atau mas Arman yang terlalu pagi? Bingung!
Melihat raut wajah kebingungan yang ada pada istrinya, Arman spontan  nyengir kegirangan, bak orang yang berhasil mengerjai temannya. Kemudian, setelah berhasil meraih kedua tangan istrinya, Arman mencoba untuk menjelaskan semuanya.
“Yang, hari ini aku akan pergi jauh. Maaf sebelumnya aku tidak memberi tahu kamu. Mungkin agak lama. Semua bekal sudah aku siapkan kemarin. Baju-baju sudah aku packing (tata) rapi, termasuk makanan yang akan aku makan nanti. Dan aku nggak mau kamu repot-repot bikinkan sarapan, makanya sengaja aku bangun lebih pagi dengan menghidangkan secangkir kopi.”
Yanti masih belum paham penuh dengan apa yang dikatakan suaminya. Dan sebelum ia angkat suara, Arman langsung memeluk erat istrinya seakan tak mau meninggalkan Yanti sendiri. Selang beberapa menit ia akhiri pelukan hangatnya dengan kecupan sayang di kening Yanti yang masih lusut, sarat dengan rambut yang tak sempat ia kibaskan. Selesai ritual perpisahan, Arman langsung menuju jendela kamar yang berada di lantai dua dari rumahnya. Sambil terus berjalan mundur, ia menatap wajah istrinya dengan tatapan yang sejuk dan tenang. Perlahan keluar dari jendela, melayang di udara. Tangan kanannya terus berayun seakan mengatakan “sampai jumpa”. Kini, wujudnya telah menyatu dengan cahaya putih, senyum manisnya tak lagi terlihat oleh kedua mata Yanti, dan ia telah benar-benar pergi.
“MAS ARMAAAAANN…!”

..............

Bersambung..... #Baca Buletin Nuun Sastra Juz 3 (Akulturasi Sastra Qur'ani Ke Dalam Sastra Indonesia)

No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]

JANGAN-KLIK