Shirot atau yang sering dimaknai jalan dalam bahasa Indonesia ini,
memiliki arti kata dalam level yang paling tinggi diantara kata lain;
syari', thariq dan sabil.
Sama halnya dengan Gang Dosen yang sering saya lalui selama kuliah di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Kehidupan mahasiswa UIN SA ini tertumpu di belakang kampus, akses utama dan paling utama adalah gang dosen. Demikian karena, jika harus berjalan kaki kebagian depan itu akan menghabiskan banyak energi dan waktu.
Kuliah bukan hanya berbicara rentetan teori di dalam kelas yang kadang dosennya tidak hadir karena studi keluar negeri. Ada aktivitas lain, denyut nadi yang menghidupkan nalar aktif dan kritis tentang solusi-solusi permasalahan hidup yang dijembatani dengan pergerakan.
Tahun 2010, kala itu masih IAIN, saya sering beradu lari dengan profesor yang tinggal di belakang kampus. Gang Dosen ini adalah finish kemenangan agar masuk kelas lebih dulu. Pernah juga terbentur besi pintu yang mirip jeruji penjara ini gegara stress sepulang kuliah. Atau bahkan diam-diam berpadu senyum ketika berpapasan dengan perempuan di pintu masuk. Semua itu adalah kenangan yang mengantarkan saya ke hari ini.
Ketika melihat gambar ini, menurut saya tidak manusiawi. Akses cepat ditutup ini adalah masalah yang semakin memperumit permasalahan di kampus. Sebagai mahasiswa rantau yang kere, saya tidak punya motor apalagi mobil, maka gang dosen adalah solusi cepat dan tepat, apalagi ketika kosan sangat jauh di belakang kampus karena mencari yang sangat amat murah.
Ketika harus berjalan lewat pintu depan, saya termasuk orang yang sering bilang begini, " Apakah gara-gara saya mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Arab, saya harus melewati Padang sahara" saking panasnya dan tidak ada pepohonan. Ini seperti anekdot cerita Alimin yang sering ditulis oleh Rifka Diana, menceritakan kelucuan hidup bang Alim yang ngawur karena benar.
Ironisme pembangunan UIN Sunan Ampel Surabaya jangan sampai berkepanjangan. Ada banyak sekali manusia yang hidup dan mengukir cerita dibalik nama Gang Dosen. Saya yakin, pembangunan dapat melihat sisi kemegahan, kebudayaan dan fungsi sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.
Terimakasih, ketika saya menulis ini, Gang Dosen sudah dibuka lagi untuk mahasiswa, semoga ditambah fasilitas keamanan pejalan kaki dan sisi estetika serta keamanan kenyamanan bersama.
Saat ini, ketik saya membuat sekolah, nyaris di sekolah saya tidak ada benteng atau pintu masuk satu, dua dan seterusnya. Ini sebagai bentuk keterbukaan bahwa untuk masuk ke majlis ilmu bisa dari berbagai arah
.
Gang Dosen adalah segalanya. Dan saya bangga menjadi alumni UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
 |
| Gang Dosen UIN Sunan Ampel |
Sama halnya dengan Gang Dosen yang sering saya lalui selama kuliah di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel. Kehidupan mahasiswa UIN SA ini tertumpu di belakang kampus, akses utama dan paling utama adalah gang dosen. Demikian karena, jika harus berjalan kaki kebagian depan itu akan menghabiskan banyak energi dan waktu.
Kuliah bukan hanya berbicara rentetan teori di dalam kelas yang kadang dosennya tidak hadir karena studi keluar negeri. Ada aktivitas lain, denyut nadi yang menghidupkan nalar aktif dan kritis tentang solusi-solusi permasalahan hidup yang dijembatani dengan pergerakan.
Tahun 2010, kala itu masih IAIN, saya sering beradu lari dengan profesor yang tinggal di belakang kampus. Gang Dosen ini adalah finish kemenangan agar masuk kelas lebih dulu. Pernah juga terbentur besi pintu yang mirip jeruji penjara ini gegara stress sepulang kuliah. Atau bahkan diam-diam berpadu senyum ketika berpapasan dengan perempuan di pintu masuk. Semua itu adalah kenangan yang mengantarkan saya ke hari ini.
Ketika melihat gambar ini, menurut saya tidak manusiawi. Akses cepat ditutup ini adalah masalah yang semakin memperumit permasalahan di kampus. Sebagai mahasiswa rantau yang kere, saya tidak punya motor apalagi mobil, maka gang dosen adalah solusi cepat dan tepat, apalagi ketika kosan sangat jauh di belakang kampus karena mencari yang sangat amat murah.
Ketika harus berjalan lewat pintu depan, saya termasuk orang yang sering bilang begini, " Apakah gara-gara saya mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Arab, saya harus melewati Padang sahara" saking panasnya dan tidak ada pepohonan. Ini seperti anekdot cerita Alimin yang sering ditulis oleh Rifka Diana, menceritakan kelucuan hidup bang Alim yang ngawur karena benar.
Ironisme pembangunan UIN Sunan Ampel Surabaya jangan sampai berkepanjangan. Ada banyak sekali manusia yang hidup dan mengukir cerita dibalik nama Gang Dosen. Saya yakin, pembangunan dapat melihat sisi kemegahan, kebudayaan dan fungsi sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.
Terimakasih, ketika saya menulis ini, Gang Dosen sudah dibuka lagi untuk mahasiswa, semoga ditambah fasilitas keamanan pejalan kaki dan sisi estetika serta keamanan kenyamanan bersama.
Saat ini, ketik saya membuat sekolah, nyaris di sekolah saya tidak ada benteng atau pintu masuk satu, dua dan seterusnya. Ini sebagai bentuk keterbukaan bahwa untuk masuk ke majlis ilmu bisa dari berbagai arah
.
Gang Dosen adalah segalanya. Dan saya bangga menjadi alumni UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
No comments:
Post a Comment