Hai malam... Tak sadar, rupanya kau telah mengirimkanku bidadarimu. Putri-putri kecil menjelma dalam
wujud kunang-kunang, menerangi jalan setapak kepemukiman, rumahnya.
Ikan-ikan sibuk didasar danau, aku masih bisa mendengar gerak-geriknya dengan jelas. Lantas aku bertanya, apakah ikan suka tidur seperti manusia? Pertanyaan ini sering kali ditanyatakan anak-anak kecil. Ah, aku yang dewasa pun rupanya belum mengetahui jawabannya. Tak apalah, nanti aku tanyakan pada rumuput yang bergoyang.
Dia meninggalkan rumah untuk mengejar cita-cita. Dalam dunia sihir, bim salabim abra kadabara, bidadari mengorbankan hidupnya untuk kesejahteraan warga desa.Ini fiktif sodara.
Bidadari itu masih berwujud manusia. Kok bisa? Karena aku telah mencintainya dengan ketulusanku. Caela, macam cerita Snow White aja.
Mengendap-ngendap dalam gelap, mengawasi raut mukanya yang bermandikan cahaya rembulan. Anggun, kesanku tak ingin berlalu menatap wajah ayu-nya. Matanya berbicara, menteskan air mata, menyuratkan sesuatu yang tak bisa aku pahami.
"Putri, kenapa kamu menangis?"
Seandainya aku bersanding didekatnya, mungkin dia akan bersandar dalam pundakku. Tak sadar, air mataku pun ikut meleleh karena yang terjadi hanya lamunan. OMG, hari gini ngelamun, mending aku alamin aja. Kusapa dia dari kejauhan
"Selamat malam bidadari" Hatiku mulai terfokus menyapa hatinya.
Sebentar dia menolehkan wajah sayunya ketempat aku mengendap. Kemudian dia memandangi rembulan lagi.
"Bagaimana kabar hatimu?, samakah apa yang kamu rasakan denganku? Mencintamu, tanpa pernah megenalmu"
Kembali dia menolehkan wajah sayunya kearahku. Aku kaget, "bisakah dia mendengar pertanyaan hatiku?"
Dua kelelawar menghantam kepalaku dengan biji jambu. "Hey kelelawar, aku kan tidak berpikir jorok, kenapa kau begitu padaku?". #Alay
____
Bersambung.
wujud kunang-kunang, menerangi jalan setapak kepemukiman, rumahnya.
Ikan-ikan sibuk didasar danau, aku masih bisa mendengar gerak-geriknya dengan jelas. Lantas aku bertanya, apakah ikan suka tidur seperti manusia? Pertanyaan ini sering kali ditanyatakan anak-anak kecil. Ah, aku yang dewasa pun rupanya belum mengetahui jawabannya. Tak apalah, nanti aku tanyakan pada rumuput yang bergoyang.
Dia meninggalkan rumah untuk mengejar cita-cita. Dalam dunia sihir, bim salabim abra kadabara, bidadari mengorbankan hidupnya untuk kesejahteraan warga desa.Ini fiktif sodara.
Bidadari itu masih berwujud manusia. Kok bisa? Karena aku telah mencintainya dengan ketulusanku. Caela, macam cerita Snow White aja.
Mengendap-ngendap dalam gelap, mengawasi raut mukanya yang bermandikan cahaya rembulan. Anggun, kesanku tak ingin berlalu menatap wajah ayu-nya. Matanya berbicara, menteskan air mata, menyuratkan sesuatu yang tak bisa aku pahami.
"Putri, kenapa kamu menangis?"
Seandainya aku bersanding didekatnya, mungkin dia akan bersandar dalam pundakku. Tak sadar, air mataku pun ikut meleleh karena yang terjadi hanya lamunan. OMG, hari gini ngelamun, mending aku alamin aja. Kusapa dia dari kejauhan
"Selamat malam bidadari" Hatiku mulai terfokus menyapa hatinya.
Sebentar dia menolehkan wajah sayunya ketempat aku mengendap. Kemudian dia memandangi rembulan lagi.
"Bagaimana kabar hatimu?, samakah apa yang kamu rasakan denganku? Mencintamu, tanpa pernah megenalmu"
Kembali dia menolehkan wajah sayunya kearahku. Aku kaget, "bisakah dia mendengar pertanyaan hatiku?"
Dua kelelawar menghantam kepalaku dengan biji jambu. "Hey kelelawar, aku kan tidak berpikir jorok, kenapa kau begitu padaku?". #Alay
____
Bersambung.
No comments:
Post a Comment