A. Pendahuluan
Islam sebagai agama yang memunyai nilai-nilai universalitas,
hadir menjadi agama yang penuh kasih sayang. Firman Allah dalam surat Ar-Rum
ayat 22, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan
bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh pada yang demikan
itu benar- benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui”.
Selanjutnya, dalam firman Allah dalam
surat al-Hujurat ayat 13 yang maknanya, “Hai manusia, sungguh kami menciptakan
kalian dari jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan kalian berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sungguh orang yang
paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa.
Sungguh Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Dari ayat-ayat Quran di atas, dapat dilihat, secara fakta dan
data, di Indonesia dapat ditemukan lebih dari 652 bahasa. Badan pusat statistik
mencatat, di Indonesia ada 1.340 suku bangsa. Ragam bahasa, suku, budaya, akan
lebih banyak lagi jika dijumlahkan dengan basaha, suku dan budaya di dunia.
Aktifitas manusia, dalam kepentingan hidupnya, yaitu menciptakan
satu peradaban. Oleh karena itu peradaban merupakan hasil dari rutinitas yang
dilakukan oleh manusia. Sebelum membahas lebih jauh mengenai perabadan, dapat
ditemukan definisi mengenai tradisi dan kebudayaan. Budaya merupakan cara hidup
yang dijalankan oleh masyarakat dan diwariskan kepada generasinya. Sedangkan
tradisi merupakan aktifitas yang dilakukan terus-menerus secara berualang
dengan cara yang sama dari generasi kegenerasi.
Budaya dan tradisi masyarakat diramu menjadi suatu komposisi yang
utuh sehingga disebutlah peradaban. Sayid Qutub menjelaskan, peradaban adalah
aktifitas yang dihasilkan oleh manusia, baik itu mengenai pandangan, ide,
pengetahuan, karya-karya serta nilai-nilai kebaikan yang digunakan dalam
menuntun manusia.[1] Revolusi Industri, dapat dikelompokan dari
revolusi industri 1.0, revolusi industri 2.0, revolusi industri 3.0, revolusi
industri 4.0 hingga ketika makalah ini ditulis telah sampai pada revolusi
industri 5.0. Kelompok revolusi Industi tersebut dapat disebut peradaban.
Membaca lebih jauh lagi, jika melihat perjalanan masyarakat pertama
di dunia yang dipimpin oleh Adam, dalam buku Kisah Bapak dan Anak dalam
Al-Qur'an oleh Adil Musthafa Abdul Halim, Nabi Adam AS dan Siti Hawa, beberapa
sejarawan mengatakan bahwa sebelum meninggal dunia, Nabi Adam A. S. pernah merasakan hidup bersama anak, cucu,
cicit, dan seterusnya hingga berjumlah 40.000 orang. Termasuk, ditemukannya
metode menguburkan jenazah yang disempurnakan dalam peradaban Islam yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad S. A. W. yang digunakan hingga saat ini.
Demikian, makalah ini akan membahas tentang “Peradaban dalam
Pandangan Islam”. Peradaban Islam yang
dimaksudkan dalam artikel ini, bagaiman Islam yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad S. A. W. dapat mengubah tatanan hidup yang semula terbelakang, bodoh,
tidak terkenal sehingga menjadi maju, bergerak cepat untuk mengembangkan dunia,
membangun budaya dan peradaban, yang sangat penting dalam sejarah manusia
selama ini.
B. Pembahasan
A.
Pengertian Peradaban Dalam Pandangan Islam
“al-Ahdhaarah
al-Islaamiyyah” diterjemahkan sebagai peradaban Islam. Kata tersebut juga
sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan sebutan “Kebudayaan
Islam”. Sedangkan dalam bahasa Arab, “Kebudayaan adalah ats-Tsaqaafah. Selain
itu, dalam bahasa Arab dibedakan antara Tsaqafah (kebudayaan), Hadharah
(kemajuan) dan Tamaddun (peradaban).
Konsep peradaban akan memiliki banyak corak paham yang
berbeda, termasuk konsep peradaban dalam pemikiran Islam. Konsep peradaban
Islam, dalam budaya Islam merupakan aspek terapan secara praktis dan realistis
yang benar dari aspek normatif dengan menggunakan semua indra manusia, ruang
dan waktu, dalam menghadirkan peradaban. Peradaban adalah bangunan di muka bumi
dengan dengan segala aktifitas kehidupan di atasnya secara manusiawi, moralitas,
ilmiah, sastra, seni, dan sosial, pun berdasarkan metodologi dan hukum Tuhan.
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang beradab. Adapun
masyarakat lain yang mengingkari keberadaan Tuhan terlebih dahulu, memisahkan
antara urusan ketuhanan dan keduniawian, atau tidak menerapkan hukum Tuhan
dalam sistem kehidupan, semua itu adalah masyarakat yang bodoh atau
terbelakang.
Salah satu ciri peradaban yang paling menonjol dalam konsepsi
Islam, sebagaimana dikatakan Profesor Muhammad Asad, “Subjektivitas peradaban
Islam” Peradaban Islam bukanlah hasil tradisi yang diwariskan, bukan juga hasil
perkembangan intelektual yang datang dari masa lalu, melainkan merupakan
pancaran diri, langsung dari Quran dan sunnah Rasulullah. Kemudian hal tersebut
diterapkan secara praktis dalam kehidupan nyata.
Peradaban adalah pencapaian tertinggi kreatifitas manusia.
Acapakali disebutkan peradaban sebagai upaya untuk menyebutkan unsur kebudayaan
yang maju, baik dari segi intelektual, seni, teknologi pada kehidupan
masyarakat[2].
Dalam pandangan Arkeo-Islamologi, peradaban adalah kebudayaan tertinggi,
dilihat dari ketercapaian kemajuan berpikir masyarakat[3].
Ar Rozi sendiri menegaskan bahwa peradaban Islam, bagaiaman memupuk
hubungan sosial, dengan sikap terbaik untuk menjaga harga diri dan menaati
sunnah Nabi. [4]
Islam dan peradaban merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sejak keberadaannya, Islam telah membawa
serta konsep dan misi peradaban yang khas. Peradaban Islam bersumber dari
“din-agama” yang bersumber dari wahyu Tuhan. Karena itu peradabannya sering
disebut Tamaddun atau Madaniyyah karena asalnya dari din.
Peradaban Islam bersumber dari Quran, kitab yang menjadi
pedoman hidup umat Islam. Para sejarawan modern bersepakat bahwa Quran dan
Sunnah merupakan sumber pendorong bagi bangkitnya tradisi intelektual. Kedua
sumber tersebut kaya dengan ayat-ayat yang mendasari ilmu peradaban Islam.
B.
Prinsip Peradaban
dalam Persepsi Islam
Diskusi tentang peradaban itu menarik, bukan karena Berfungsi
untuk membantu melaksanakan rekonstruksi kejayaan masa lalu umat manusia.
Pembahasan tentang peradaban memang menarik dan perlu untuk meramal masa depan
umat manusia. Karena itu, peradaban tidak lagi dilihat sebagai fenomena etnik
dan antropologis, melainkan sebagai sebuah bagian dari fenomena politik dan
ekonomi global, hingga bagian kehidupan dari hal lain.
Pernyataan H.A.R. Gibb dalam bukunya Wither Islam
menyatakan “Islam is indeed much more than a system of theology, it is a
complete civilization”. Artinya: Islam sesungguhnya lebih dari sekedar agama,
ia adalah suatu peradaban yang sempurna.
Sebuah peradaban dimiliki bersama oleh masyarakat. Masyarakat
merupakan sebuah wadah. Peradaban merupakan isi wadah berupa masyarakat. Posman
Simanjuntak menyebutkan, faktor membedakan perkembangan peradaban dari satu
masyarakat ke masyarakat lainnya adalah[5]:
1.
Faktor alam (lingkungan
geografis), termasuk karakteristik lahan dan iklim. Faktor ini berdampak besar
pada pembentukan peradaban.
2.
Faktor kebiasaan. Jika
Anda memperhatikan kebiasaan orang, akan ada perilaku di dunia yang dilarang di
masyarakat, sementara di komunitas lain tidak dilarang atau dipertanyakan.
masalah ini dapat mempengaruhi perkembangan peradaban masyarakat yang
terpengaruh
3.
Faktor stratifikasi
sosial. Strata sosial terbentuk karena setiap masyarakat memiliki sikap
menghargai hal-hal tertentu dalam hidup menghasilkan peradaban yang berbeda.
4.
Faktor Ideologis. Ideologi
adalah kumpulan gagasan, prinsip, dan tatanan yang baik kehidupan sosial dan
pemerintahan. Ideologi digunakan sebagai pedoman hidup dan visi kehidupan
keyakinan/Agama Bangsa. Peradaban berdasarkan agama bisa berbeda dengan
peradaban berdasarkan agama lain, karena sistem nilai yang berbeda dan tertutup
5.
Faktor Ilmiah dan
Teknologi. Orang-orang masih berusaha mempelajari sains dan teknologi untuk
mengetahui ilmu pengetahuan dan untuk mengeksplorasi dan mengembangkan aspek
kehidupan dalam peradaban
Prinsip peradaban Islam, seperti yang dikatakan Sayyid Qutb,
hal ini menjadi nilai pondasi kehidupan, adalah:
1.
Hukum pemerintahan
tertinggi dalam masyarakat adalah untuk hukum Allah. Manusia dibebaskan di
dalamnya dari perbudakan selain Tuhan (ketika kekuasaan tertinggi Tuhan sendiri
diwakili dalam kedaulatan hukum ilahi, ini adalah satu-satunya cara di dimana
manusia sepenuhnya benar-benar dibebaskan dari perbudakan manusia. Inilah peradaban
Kemanusiaan sejati. Perasaan bebas dan bermartabat adalah keadaan permanen yang
harus dimiliki orang beriman dalam konsepsi dan apresiasinya terhadap benda,
peristiwa, nilai, dan manusia. Perasaan kebebasan dan martabat ini, atau
katakanlah supremasi iman, tidak datang sampai perbudakan dalam masyarakat
hanya untuk Allah S. W. T., dan kemudian aturan di dalamnya hanya aturan untuk
mendapatkan ridho Allah S. W. T. saja. Masyarakat ini baru dikatakan masyarakat
beradab. Adapun masyarakat di mana pemerintahan adalah untuk orang lain selain
Tuhan, itu adalah masyarakat terbelakang, bodoh, karena tidak ada kebebasan
sejati dan tidak ada martabat sejati bagi manusia di dalamnya.
2.
Ikatan dasar majelis Islam
dalam masyarakat adalah keimanan. Profesor Dr. Yusuf Al-Ash menegaskan, makna
ini, dalam pencariannya akan ruh peradaban Islam, Perbedaan yang paling
menonjol antara konsep peradaban dalam pemikiran Islam dan konsepnya dalam
pemikiran Barat, didasarkan, Barat melihat kemajuan sebagai materi murni,
sedangkan Islam melihat bahwa kemajuan bertajuk pada moral dan materi, landasannya
adalah tauhid. Setiap kemajuan dalam konsep Islam harus didasarkan pada
pembebasan dari perbudakan kepada selain Allah S. W. T., sehingga tidak beriman
kepada kekuasaan selain kekuasaan-Nya. Dengan
demikian masyarakat Islam menjadi satu-satunya masyarakat yang beradab karena
keimanan sajalah yang menjadi pengikat dasar majelis di dalamnya. Tidak ada
tanah air bagi seorang Muslim kecuali di mana hukum Allah S. W. T.. sehingga
ikatan antara dia dan penduduknya dibangun atas dasar hubungan dengan Allah S.
W. T. Kesimpulannya, masyarakat di mana orang berkumpul pada masalah yang
berkaitan dengan kehendak bebas dan pilihan diri mereka yang tidak sesuai
dengan keislaman adalah masyarakat terbelakang. Dalam terminologi Islam disebut
masyarakat pra-Islam. Staudi kasus mengenai masalah di atas sebagaimana Kapitalisme
telah membangun masyarakat kapitalisnya atas dasar nasional, seksual, dan
geografis, dan hasilnya adalah monopoli, eksploitasi, dan penghinaan terhadap
kemanusiaan. Adapun komunisme, bertujuan untuk membangun masyarakat atas dasar
ikatan lain yang melampaui batasan gender, orang, tanah, warna kulit, dan
bahasa dan tidak berusaha untuk membangun atas dasar ilahi atau bahkan manusia secara
umum. Tetapi sebaliknya mencoba membangunnya atas dasar kelas (proletariat).
Citra majelis ini datang sebagai aspek lain dari majelis Romawi kuno, yang
didasarkan pada basis kelas bangsawan, dan hasilnya adalah majelis ini hanya
menyoroti yang terburuk dalam diri, yaitu kebencian terhadap semua kelas
lainnya. Sementara keinginan manusia dalam berekspresi dan kebebasan dalam
membangun tanah air dan mempromosikan kehidupan dengan cara yang tepat
menghilang, dan atas dasar ini dan komunisme jatuh. Adapun situasi dalam Islam
justru sebaliknya. Salah satu hasil yang luar biasa adalah terbentuknya
masyarakat di atas ikatan keimanan berdasarkan kehendak bebas dan pilihan bebas
manusia. Dengan demikian, masyarakat muslim menjadi masyarakat yang terbuka
bagi semua ras manusia, kompetensi dan energinya, sehingga menghasilkan
peradaban manusia yang indah yang mengandung rangkuman energi manusia pada
masanya. Secara keseluruhan, peradaban Islam yang besar ini tidak pernah Arab,
tetapi selalu Islami.
3.
Manusia menempati kedudukan
tertinggi dalam kehidupan. Masyarakat yang beradab adalah masyarakat yang di
dalamnya terdapat nilai-nilai kemanusiaan dan akhlak yang luhur, karena
nilai-nilai inilah yang mengembangkan sifat-sifat kemanusiaan dalam diri
manusia dan membedakannya dengan makhluk lain. Masyarakat ini, di mana orang
beralih dari menyembah selain Allah menjadi menyembah Allah saja. Ini adalah
peradaban di mana Islam mentransfer kelompok ini untuk memasuki masyarakat maju
secara industri atau pertanian, ia menggunakan semua ilmu pengetahuan yang
dimilikinya dan membangun peradaban masyarakat ini, memanfaatkan apa yang
mereka miliki dengan cara yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan
ajarannya. Dengan demikian Islam membangun bentuk peradaban yang berbeda dan
beragam menurut lingkungan yang
dimasukinya. Tugas ilmu pengetahuan dalam masyarakat Islam yang beradab
bukanlah menaklukkan atau mengalahkan alam, melainkan bersikap lembut
terhadapnya, dan rajin menemukan hukum-hukum Tuhan di dalamnya. Allah SWT
berfirman ”Dan Dia menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi,
semuanya) Allah S. W. T. berfirman, “Apakah kamu tidak melihat bahwa Allah
menundukkan untukmu apa yang di bumi dan apa yang kapal berlayar di laut dengan
perintah-Nya dan Dia menahan langit agar tidak jatuh ke bumi kecuali dengan
izin-Nya?”
4.
Keluarga sebagai dasar
struktur sosial. Merawat generasi adalah salah satu fungsi keluarga yang paling
penting. Jadi, tugas utama keluarga dalam Islam adalah menyiapkan dan merawat
generasi Islami. Suami dan istri bersama-sama untuk membentuk keluarga yang
harmonis dan mendidik anak-anaknya. Dalam fitrahnya, perempuan memeliki hasrat,
kelembutan, kebaikan, dan pemahaman tentang anak-anak. Inti dari prinsip ini
adalah bahwa Islam adalah peradaban dan masyarakat Islam beradab karena
meyakini bahwa mempersiapkan generasi yang baik dalam sifat kemanusiaan dan
menjauh dari sifat hewani hanya dapat terjadi dalam pangkuan keluarga. (dan di
antara tanda-tanda-Nya adalah bahwa Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
kalanganmu sendiri agar kamu mendapatkan ketenangan pada mereka dan Dia jadikan
di antara kamu kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya pada yang demikian
itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berpikir)
5.
Manusia menjalankan kepemimpinan
di bumi berdasarkan perbuatan baik. Menjalankan kepemimpinan di muka bumi
adalah kewajiban seseorang atas dasar amal saleh. Firman Allah SWT, “Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Kami tidak menyia-nyiakan pahala
orang-orang yang berbuat baik” Pada bagian ini, manusia dituntut untuk
menggunakan keterampilan dengan semaksimal mungkin dalam pekerjaan. Apakah penguasaan dalam bekerja dan
keterampilan dalam melaksanakannya cukup untuk membangun peradaban yang sejati?.
Jawaban yang tepat untuk hal ini, tentu saja tidak cukup. Aspek selanjutnya
yang harus diperhatikan adalah ihsan dalam perbuatan, yaitu mengarahkan
perbuatan seseorang kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ihsan dalam konsepsi Islam,
yaitu tingkatan tertinggi dalam level ketakwaan. Ihsan adalah menyembah Allah
S. W. T. seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika Engkau tidak melihat-Nya, maka Dia
(Allah S. W. T. melihatmu. Masyarakat yang beradab adalah masyarakat yang
melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya dan menguasainya, dengan mengindahkan
Tuhan dalam pelaksanaannya. Pekerja Muslim yang beradab memperhatikan Tuhan
dalam pekerjaannya dan percaya bahwa Tuhan melihatnya, sehingga ini akan
menjadi motivasi besar baginya untuk melakukan pekerjaannya dengan baik. Sarana
manusia untuk mencapai persyaratan pemimpin, yaitu membangun tanah dan
mengembangkannya sesuai dengan syariah Allah S. W. T. Intinya, budaya dan
peradaban dalam konsepsi Islam terkait secara organik. Ketika aspek praktis
budaya menerapkan penerapan aspek normatif yang benar, realistis dan praktis di
dalamnya, dengan menggunakan semua data manusia, waktu dan tempat ... peradaban
akan terjadi. Karena peradaban, adalah membangun bumi dan memajukan kehidupan
di atasnya secara manusiawi, moraldan sosial, menurut syariah Tuhan Yang Maha
Esa dan hukum-Nya.
Abad 8 sampai dengan ke-13 merupakan zaman keemasan
Islam ((The Golden Ages of Islam). Setelah itu, masa keemasan Islam terporak
porandakan. Hal itu dikarenakan krisis politik dan ekonomi di pusat-pusat
kekuasaan Islam yang menghentikan tradisi keilmuan. Penguasa lebih fokus pada
pemikiran fikih untuk mengontrol perilaku rakyatnya. Sedangkan para Ulama
memilih mempelajari tasawuf untuk mendapatkan ketenangan hidup. Peristiwa
Perang Salib membantu menghancurkan bangunan peradaban. Tradisi ilmiah beralih
ke suasana perang.
Diperlukan Elemen-elemen fundamental dalam
merekontruksi peradaban untuk mendulang keemasan Islam. Komaruddin Hidayat,
mengutip Mozaffari, ahli politik kelahiran Iran dan merupakan pegajar di
Universitas Aarhus Denmark, mengemukakan elemen-elemen tersebut adalah:
1. Unsur-unsur
masa lalu yang bersifat abadi dan kita dapat melacaknya kembali ke masa awal
Islam dan ajaran dasarnya.
a.
Semangat tauhid, sikap
pengabdian total kepada Allah Sang Pencipta. Kesadaran ini, jika ditafsirkan
dengan baik, menjadi sumber energi abadi.
b.
Nilai kemanusiaan
universal. Pesan universalisme Islam harus lantang. Inilah nilai yang membuat
Islam dapat diterima oleh banyak kalangan karena bersifat inklusif dan
menghargai harkat dan martabat manusia tanpa memandang latar belakang agama,
suku dan budaya. Sejak awal abad, Islam menyebar melintasi batas-batas etnis
dan wilayah, mendorong munculnya peradaban-peradaban baru di luar tradisi Arab.
c.
Eklektisisme dalam
implementasi ajaran Islam. Islam mengajarkan umat Islam untuk terbuka pada
hal-hal yang baik. Tentu saja, ini tidak berarti membuka pintu bagi sinkretisme
aqidah, tetapi umat Islam menghargai peradaban baru yang mereka jumpai di
mana-mana. Dalam konteks ini, terjadi proses dialektis-kreatif antara
“Islamisasi nilai-nilai pribumi” dan “Indigenisasi nilai-nilai Islam”. Dengan
kata lain, ada kontekstualisasi ajaran Islam. Dengan demikian, kehadiran Islam
dipahami sebagai bagian dari solusi atas permasalahan kemanusiaan.
2. Elemen
kontekstual
Dalam
situasi saat ini, seorang muslim tidak boleh terjebak dengan pendekatan reaktif
seperti memadamkan api. Untuk melakukan ini, ada beberapa tujuan yang harus
dipertimbangkan dengan cermat.
a.
Muslim harus merencanakan
masa depan kolektif yang beragam. Keseragaman adalah utopia yang mengarah ke
distopia. Agama dan budaya selalu dalam pluralitas. Keragaman bentuk ekspresi
politik, budaya dan sektarian juga merupakan realitas di dunia Islam. Di sini
semangat koeksistensi harus dikembangkan dengan mendukung prinsip-prinsip dasar
Islam yang menekankan tauhid, kemanusiaan dan semangat membangun peradaban yang
mulia sebagai wujud rahmatan lil'alamin.
b.
Umat Islam juga harus
aktif mengikuti perkembangan terkini, termasuk pengelolaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Revolusi senyap yang dipicu oleh berbagai teknologi modern seperti
artificial intelligence, big data, internet of things dan biologi modern, yang
melahirkan ilmu saraf, harus dikendalikan.
Mozaffari (1998), dalam bagian lain tulisannya,
mengemukakan bahwa yang harus diperangi secara kolektif adalah Islam yang
beradab berdampingan dengan peradaban dunia lainnya. Oleh karena itu, peradaban
Islam harus mampu berkembang secara konsisten dan memberikan kontribusi yang
signifikan bagi peradaban dunia.
C. Kesimpulan
Peradaban lahir dari warisan lingkungan. Peradaban seperti
cermin yang mencerminkan komponen dan karakteristik budaya masyarakat tempatnya
berada. Ilmu peradaban Islam, membentengi iman dan menjadi dasar terbentuknya
kepribadian muslim dengan khas budaya Islam. Hal yang membedakan budaya Islam dengan
semua budaya lain yaitu sumber ilahi.
[1]
Raghin As-sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Duni (Jakarta Timur:
Pustaka Al-Kautsar, 2011) Hal. 5.
[2]
Suyuthi Pulungan, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah, 2017)Hal.
635.
[3]
Ibid.
[4]
Aunur Rahim Faqih dan Muntoha, Pemikir dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: UII
Press, 1998), hlm. 13.
[5]
Posman Simanjuntak, Antropologi, (Jakarta: Erlangga, 1997), 46.
No comments:
Post a Comment