1-IRPAN-ILMI

Klik Info Ini...!

Full width home advertisement

irpan-ilmii

My Journey

Rise Your Hand

Post Page Advertisement [Top]

irpan-ilmii


CATATAN KEPERGIANKU
-Menuju Desa-

Code: Bersambung 1

Nyaring suara gendang ditabuh. Anak-anak berlarian. Tercium harum bunga-bunga disetiap ruangan. Perias dengan teliti memasang satu-persatu bunga melati dalam untunan yang lebih mirip dengan tusuk konde.

Diruang itu, ibuk terisak tangis. Aku terharu. Masa-masaku bersamanya akan berakhir. Itu karena aku akan tinggal dengan suamiku kelak.

Bersimpuh dipangkuannya menjadi hal yang sangat menyejukan hati, aku tak mau perpisahan ini. Kurasakan air mata ibu menetes membasahi tanganku. Semakin kupeluk tubuhnya yang mulai menua, kini aku tak sanggup lagi berkata apa. Saling membisu.

Aku teringat, ketika itu aku masih sangat kecil. Ibu mengikat dua rambutku, dan aku suka. Menurutku, itu sangat lucu, cantik pula.

Ibuk selalu mengucapkan doa yang sama sebelum aku berangkat sekola "Anakku, kelak kau akan menjadi wanita hebat, membanggakan keluarga, belajarlah yang rajin"

Perkataan itu semacam mantra. Aku tak pernah mengerti apa maksudnya, yang aku tahu, setelah ibu selesai memanjatkan doa ia selalu meniup ubun-ubun kepalaku. Kadang bulu kudukku meringding, hingga aku terbiasa denga perlakuan itu.

Tangannya dulu masih sangat halus, meski kadang baunya tak karuan. Maklum, tiap kali aku berangkat sekolah, ibu masih sibuk didapur menanak nasi dan sayur untuk makan sehari, serta untuk bekal keladang

Code: Bersambung 2

Ia bertani padi. Hampir semua orang dikampungku bertani padi sawah, kecuali mereka yang tidak mempunyai lahan, bekerja sebagai buruh tani.
 
Aku tidak tahu apa yang dikerjakan ibu dengan pasti dikebun, "masa tiap hari kekebun" pikirku heran.

Untuk urusan beras dan sayur-mayur serta rempah-rempah lainnya, bisa dibilang ibu tidak pernah beli. Baru-baru aku tahu ketika hari libur sekolah, minggu. Dengan kekeh aku ingin ikut ke kebun, tentu pake acara nangis agar dibolehkan ikut. Heheheehe.

Dengan wajah sedikit masam, terpaksa ibu mengajakku. 

Rumput-rumput masih basah karena embun. Daerahku adalah daerah dataran rendah. Sinar-sinar matahari menyelinap dibalik ranting dedaunan, burung berkicau riang, jalanan masih sepi. Cepat-cepat aku mengimbangi langkah ibu, takut ketinggalan.

Digendongnya nasi beserta ikan asin ditambah sayur bening. Ditangan kirinya ember berisi air, ditangan kanannya perkakas. Bapak akan menyusul agak siangan. Biasanya memang begitu.

Golok itu digunakan untuk memotong bambu kecil-kecil, memanjang, aku mengamati dari saung kebun. Aku belum mengerti, "Untuk apa bambu-bambu itu?"

Sembari kunikmati goreng singkong, ibu menyusun bambu-bambu itu
. ditancabkannya bambu-bambu disetiap pohon kacang, percis seperti Ular yang melilit. "Emh.... supaya kacangnya dapat membelit bambu" aku menjawab pertanyaanku sendiri, dan timbul pertanyaan selanjutnya, "Emang kalau dibiarin dibawah kenapa? kan tidak perlu kerja beberapa kali" pikirku keheranan.

Butuh waktu tiga puluh menit untuk menyelesaikan semua satu kebunan. Pertanyaan kedua, karena penasaran, kutanyakan pada ibuk, "Buk, kenapa kacangnya harus dililitkan dibambu? emang kalau dibiarin dibawah kenapa?

Code: Bersambung 3

Tangannya menunjuk kekacang yang ia tanam.

"Kacang itu namanya Kacang Panajang. Dinamakan Kacang Panjang karena bentuknya yang panjang, dan menyimpan banyak kacang didalamnya. Hidup itu harus selalu punya rencana, banyak rencan, perpanjang pemikiran, dan perbanyak berbuat. Hidup harus selalu menengadah sebagai motivasi, dan kaki menginjak bumi sebagai titik balik bahwa sejauh apa pun kita berpikir kaki kita masih menginjak bumi dan akan kembali kebumi."

"Seandainya kacang panjang itu dibiarkan terdampar ditanah, akan banyak hama-hama yang memakannya, dan kacang akan mudah mengalami kebusukan apabila tertutup oleh tumbuhan lainnya, apalagi terkubur tanah. Maka pohon Kacang Panjang itu harus dikasih bambu atau apalah sebagai penyanggah. Nak, Ketika kau punya impian, impian itu harus dibawa keatas, dijunjung setinggi-tingginya, jika tidak impianmu takan pernah terwujud, atau bahkan hilang karena tak ada gunanya lagi kau bermimpi. Dibawah sini, bumi akan sangat banyak sekali halang rintang, begitupun dilangit, namun posisinya berbeda. Ketika kitka ada diatas, posisi kita adalah sebagai orang mulia, dan harus memberi manfaat kepada yang lain, seperti kacang itu."

Aku manggut-manggut, antara paham dan tidak paham. Intinya, aku harus bercita-cita, dan cita-cita itu harus memberikan manfaat untuk diriku, juga untuk orang lain. Seperti Kacang Panjang itu.



Code: Bersambung 4

Ibuk mengusap keringat yang mengucur didahi, dimunumnya segelas air putih. Aku mengikuti ibu. Penasaran dengan kacang panjang itu, layaknya dokter spesialis tanaman aku memerhatikan satu demi satu, dari akar, daun, dan batang pohon yang melingkari batang bambu. Daunnya hijau, batangnya lebih besar dari lidi dan berbulu. "Kapan berbuahnya, ya? dariamana berbuahnya, ya? kenapa buahnya bisa panjang?" Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri.

Para petani mulai berdatangan. Terlihat Bapakku membawa cangkul, dipinggangnya selalu setia ada golok yang menemani. Matahari mulai meninggi. Asyik juga mengamati setiap tanaman yang ada diladang ini. Hijau-hijau, menyegarkan pandangan, menyegarkan udara. Angin berhembus pelan, sejuk.

Kode: Bersambung 5

Kesibukan mulai nampak disana-sini. Setiap hari, beginilah pekerjaan dikampungku, bertani.

Mataku tak henti-henti meneteskan air mata didalam pangkuan ibu. Aku satu-satunya anak ibuk, pula aku seorang perempuan. Meninggalkan ibuk menjadi hal sangat berat bagiku. Bagaimana mugkin aku harus meninggalkan ibuk dimasa tuanya, ketika semuanya tercecap manis, aku bisa membantu perekonomian keluarga, membantuk memasak untuk bekal bapak keladang, atau paling tidak membersihkan rumah ketika ibuk sedang sibuk didapur.

"Ibuk" lirih suaraku bergetar, bersumber dari hati yang paling dasar, bertajug pada kesedihan yang mandelam, "Maafkan aku ibuk" bahkan kata itu tak terdengar oleh telingaku sendiri, hanya hatiku yang mendengarnya, dan aku yakin ibuk juga mendengar perkataan itu.

Ibuk mengusap-usap rambutku dengan lembut, lembut sekali. "Kau akan mendapatkan kebahagiaanmu, nak. Ibuk selalu mendoakanmu, selalu."

"Jika aku pergi dari rumah ini, siapa lagi yang akan membantu ibuk? siapa lagi yang akan menemani ibuk?."

Disekanya air mataku. Kini ibuk memelukku lebih erat. "Semuanya adalah titipan Allah, dan akan kemabali kehadirat Allah. Bahkan ibuk telah melalui hari-hari sebelum kau dilahirkan. Ibuk masih mampu untuk mengurus keluarga ini, bapakmu adalah teman sejati yang telah membalut cinta dalam kasih sayang ibuk. Kau pergilah, rajut kebahagiaanmu, pintu ini akan selalu terbuka untukmu kapan pun. Jadilah istri yang baik untuk suamimu, Insyaallah Allah akan selalu memberkahi hidup hambanya yang taat dalam menjalankan aturan dan larangan-Nya. Allah akan bersamamu, Mif. Allah akan bersama kita, Mif. Jangan hawatirkan ibuk.

Bersambung 6

................................

 


No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]

JANGAN-KLIK