1-IRPAN-ILMI

Klik Info Ini...!

Full width home advertisement

irpan-ilmii

My Journey

Rise Your Hand

Post Page Advertisement [Top]

irpan-ilmii
Selentingan kabar tentang kaum intelegensi yang mati kutu tak asing lagi dalam telinga. Entah memandang dari sebelah mana, hingga pernyataan itu terurai dan menjadi rahasia umum. Siapakah kaum intelegensi itu? Dalam pandangan saya, mungkin yang dimaksud kaum intelegensi disini adalah para pemuda, lebih dispesipisikan lagi adalah mahasiswa. Kenapa mahasiswa? Karena, porsi keilmiahan mahasiswa dibangun besar-besaran di ruang akademisi. 
 
Tehnik belajar dan mengajar ketika di SD, SMP, SMA dan sederajat sangatlah berbeda dibandingkan dengan ketika menginjak bangku universitas. Mahasiswa banyak mencari sendiri apa yang ia ingin pelajari, tanpa harus menunggu perintah dari guru atau dosen. Saya pernah mendengar sebuah ucapan, “guru yang sesungguhnya adalah pikiran kita sendiri.” Manusia pada hakikatnya tak perlu menginjak bangku sekolah untuk mencerdaskan pribadinya. Contoh yang tidak asing, mari kita perhatikan orang tua kita yang subtansinya adalah seorang petani, pegawai bangunan, nelayan. Berapa banyak mereka yang lulus SD, berapa banyak dari mereka yang melanjutkan ke SMP bahkan ke SMA, sedikit sekali. Namun, betapa hebat mereka…!. mereka mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga melewati masa SMP, hingga anaknya mampu memetik pelajaran di bangku perkuliah.
Lalu dari mana mereka bisa mendapatkan uang untuk menyekolahkan anaknya?. Berpikir. Keyakinan itu yang sampai saat ini terus menggelayuti dalam benak saya, mereka terus berpikir, berpikir, dan berpikir bagaimana caranya menghasilkan.
 
Para petani, nelayan, bangunan, pedagang, mereka berpikir memahami alam. Jika ia adalah seorang petani, maka guru yang sesungguhnya adalah tanah dan alam. Maksudnya jika dia adalah seorang petani Terong, maka guru yang sesungguhnya adalah Terong. “Terong itu ada beberapa jenis, kalau jenisnya anu bagusnya ditanam ditanah yang anu, dimusim anu, hamanya anu, dan rasanyapun anu, pun masih banyak anu-anu lainnya” Ujar petani yang perna saya temui di Cikubang tempo lalu. Coba perhatikan nelayan, dia dapat memahami ombak dan angin, sedikit saja ia salah menapsirkan cuaca maka kematian mengintainya. Bukankah pelajaran tersebut hanya diajarkan dalam bidang ilmu fisika ketika kita mencapai tingkat SMA, itupun hanya sepintas (dasar), dan an baru dipelajari seutuhnya ketika masuk unversitas itupun dalam bentuk tori bukan aplikasi.
 
Andai kita berada dalam posisi yang tanggung (sebagai pelajar dalam pendidikan formal), siapapaun kita 
harus mencipta. Mencipta tentu diawali dengan berpikir. Tidak ada istilah kebetulan, Karena Tuhan telah menentukan porsi setiap insan, dan porsi yang ditentukan oleh Tuhan bisa diubah semau kita. Jika kita mau berpikir dan mencipta.
 
Saatnya kita berperan sebagai director of change. Direcotor of change bearti melakukan perubahan pada lingkungannya, dan menjaga ke stabilannya agar tidak berefek krusial dan hancurnya konsep yang diusung ketika mengujakan perubahan itu. Implementasi yang jelas ditetapkan dan dipetakan sebelumnya harus diiringi dengan stabilnya pergerakan demi kesejahteraan si empunya perbuhan dan objek dari perubahan itu sendiri (Masyarakat).
 
Seperti halnya petani organik. Disetiap musim, mereka terus berorientasi untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak dari pendapatan sebelumnya. Tidak hanya itu, ia tetap menjaga kestabilan tanah agar tidak terjadi kerusakan dalam struktur tanah, tidak pula mengahancurkan rantai makanan dildang tempat ia bertani. Petani organik sangat menghindari penggunaan pupuk kimia dan penggunaan pestisida untuk membunuh hama. Bahasa yang digunakan petani organik bukan membunuh atau membasmi hama, tapi mengendalikan hama. Hingga sang tikus atau sang serangga tidak mati bahkan punah. Pada akhirnya ekosistem tetap berlangsung tapi tidak merugikan petani dan mahluk lainnya. Inilah yang dinamakan dengan simbiosismutualisme.
 
Patutlah kita mengamati setiap kejadian disekeliling kita, sedetail mungkin. Dan jadikan semua itu sebagi guru, guru yang sesungguhnya. Guru yang beorintasi pada peradaban yang lebih baik dan mapan. Bertujuan satu, yaitu menciptakan kaum intelejensi yang peduli, menciptakan sesuatu, berpikir dan mencipta yang baru. 
Andai kata kita tetep diam, maka kita telah melunturkan semangat kemanusiaan yang sejatinya terus berpikir dan menciptakan perbaikan.
 
Harapan dan peluang akan selalu ada. Seperti rumput atau jamur yang selalu menempel dimanapun; ditanah, ditembok, dimanapun selagi ada kesempatan. Berpikir stagnan bukanlah pilihan, melainkan sebuah keterpurukan. Kembali pada orang tua kita yang hanya mengenyam pendidikan hingga bangku SD dan untung-untung SMP, ia mampu menyelohkan anaknya hingga unversitas. Simpulnya mereka telah berhasil melakukan mobilitas sosial secara vertikal naik. Meningkatnya starata sosial, sebuah contoh realita berpikir dinamis. Sumbernya adalah keyakinan, dan keyakinan bisa dibangun kapan saja dan dimana saja. Seperti halnya jamur.
 
Masa kini dan akan datang tentu akan berbeda. Seperti jaman yang kita rasakan sekarang, sangatlah berbeda dengan dahulu kala. Jika kaum intelegensi dahulu berjuang demi perbaikan yang kita rasakan sekarang, maka tugas kita segabai kaum intelegensi saat ini adalah melakukan perubahan pada arah yang lebih baik untuk saat ini dan yang akan datang. Seperti para petani organik yang selalu didasarkan pada prinsip kesehatan, ekologi, keadilan, dan perlindungan. Yang dimaksud dengan prinsip kesehatan dalam pertanian organik adalah kegiatan pertanian harus memperhatikan kelestarian dan peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan, bumi, dan manusia sebagai satu kesatuan karena semua komponen tersebut saling berhubungan dan tidak terpisahkan.

No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]

JANGAN-KLIK