1-IRPAN-ILMI

Klik Info Ini...!

Full width home advertisement

irpan-ilmii

My Journey

Rise Your Hand

Post Page Advertisement [Top]

irpan-ilmii


Paling terasa kaku; pinggul dan sendi pergelangan kaki, ditambah leher. Banyak waktu sudah kuhabiskan waktu didepan layar, nyampe tetangga-tetangga bosan mengomentari kecuali dengan senyum.

Merehat pegal paling untuk nyari makan, itu pun untuk mengganti bosannya mie rebus dan menambah persediaan nutrisi melek.

Tak cukup mengenal baik tentang Surabaya, tapi cukup tahu. Malah lebih banyak beragenda; baik sastra atau pun apa diluar Surabya. Itu cukup untuk mengadu pikiran, menambah wawasan baru. Belum cukupnya, ketika teori tidak sejalan dengan keadaan sebenarnya, ini karena gejala psikolog akibat imajinasi.

Menciptakan dunia dalam dunia, perkataan itu terlontar dari seorang bijak yang telah tiada, kembali kehadirat Tuhan. Hal itu telah terbukti dalam puisi dan cerita-cerita fiksi dari jari-jari keyboard.

Untungnya, paling tidak pikiran tidak kaku, katakan saja sedikit kaku lebih tepatnya. Pengetahuan semakin cepat berkembang, takutnya semakin cepat pula punah. Tentu berlaku teori kebalikan, entahlah apa nama tepatnya. Alam ini selalu berjalan seimbang,

Diskusi sebelumnya dengan kawan, pahala sama dengan karma. Standing point dari topik ini masih kaku, karena berlandasan pada argumen yang tidak ajeg.

Sebagian orang percaya akan karma, sebagian lagi tidak. Ini sama halnya kepercayaan pada Tuhan. Konsistensi dalam argumen ini harus dipertahankan. Seperti konsistenya setan menggoda manusia untuk berbuat dosa, lagi-lagi bagi yang percara setan. Bukankah manusia sekarang ini berpikir realistis, dan ilmiah. Menurut kepala ini, adanya Tuhan dan Setan juga realistis, dan alasannya akan bertele-tele seperti sinetron.

Sudut pandang dalam sinetron berbeda, bagi orang sibuk menonton sinetron itu gak penting. Namun, menonton sinetron itu menjadi penting bagi manusia yang menghabiskan dirumah; ngurusi keluarga; mencuci, memasak, menyapu. Argumen ini didapat ketika berdiskusi dengan Movie maker. Orang yang masuk bioskop telah menyediakan jiwa hanya untuk menonton film yang diputar, sedangkan orang-orang dirumah menonton sinetron itu untuk selingan. Seandainya orang itu sedang menggoreng Ikan dan sinetron berada dalam adegan genting tentu keadaan orang itu tambah genting, antara nonton sinetron dan goreng ikan. Maka adegan genting itu diperlambat, ditambah komposisi music genting, pola pengambilan gambar, zoom in, out, kiri, kanan, atas dan bawah, kira-kira menghabiskan waktu tiga menit, dan itu cukup untuk mematikan kompor hingga orang tersebut kembali menyaksikan ending kegentingan.

Anjing mengonggong kafilah berlalu, begitulah pribahasa berkata. Meski pinggang, lutut, leher, isi kepala terasa kaku. Tugas tetap saja tugas, malah disebutnya bukan pekerjaan tapi kewajiban. Bahasa ini digunakan ketika menganalisis cover makalah dalam bahasa Arab. Kewajiban membutuhkan konsistensi dalam pengerjaannya hingga tuntas. Kapan tuntasnya, tiada yang tahu. Tuhan mempunyai banyak rencana.

Menulis ini pun bagian dari usaha; mengenal suara, kata, kalimat, paragraf hingga terbentuk menjadi narasi yang utuh, tanpa kehilangan kohesi dan korelasi. Bukankah banyak orang yang mengeluh ketika hendak menulis sebuah cerita. Kesimpulan akhirnya menulis itu sama dengan mengerjakan matemakita, pelajaran yang dulu selalu dihindari. Bedanya menulis cenderung mengandalkan bacaan, tidak berurutan namun berkesinambungan.

Sistematis, begitulah seharusnya dalam menulis sama halnya dengan mengerjakan matematika yang harus sistematis. Sama halnya setan mengganggu manusia sistematis, sama halnya Tuhan menciptakan manusia sistematis, sama halnya pinggang, lutut dan leher yang sakit sistematis, sama halnya kehidupan sitematis. Sama halnya menutup tulisan ini dengan kata "Sistematis".

No comments:

Post a Comment

Bottom Ad [Post Page]

JANGAN-KLIK