Resensi Novel
Judul Buku : Sepatu Dahlan
Pengarang : Khrisna Pabichara
Penerbit : Noura Books (Mizan Publika), Jakarta Selatan
Tahun : 2012
Tebal Novel : 390 Halaman
Kategori : True Story (non fiksi)
Siksaan akibat rasa lapar ini memang tak asing
lagi, tetapi masih saja terus berhasil mengusikku. Sungguh, aku
membutuhkan tidur. Sejenak pun tak apalah. Supaya lapar ini semakin
ter-lupakan. Aku tak akan bersedih lagi. Kemiskinanku bukanlah untuk
kutangi-si. Hidup bagi orang miskin sepertiku, harus dijalani apa
adanya.
Oleh: Fans El Mahboeb
Dalam
novelnya ini, Khrisna Pabichara menekankan sebuah perjuangan tokoh
dalam menggapai cita-citanya. Sebuah kisah nyata Dahlan Iskan, yang
hidup di tengah masa yang sedang mencekam—tahun 1948-1964. Sebuah potret
Laskar Merah dan Front Demokrasi Rakyat, yang memberi coretan hitam di
masanya. Peristiwa penting tentang sejarah: penculikan, pe-nyiksaan,
ataupun tentang pembantaian masal terhadap sim-patisan PKI (seperti di
Madiun, Kebon Dalem) sangatlah mistis diceritakan dalam novel ni.
Sumur-Sumur tua di Soco, Cigrok, menjadi tempat pembuangan bangkai.
Ditengah
kesibukannya men-jabat seorang menteri BUMN, Dahlan Iskan mampu
mencip-takan sebuah karya yang sangat menakjubkan. Kebon dalem adalah
tanah kelahiran Dahlan, sebuah kampung kecil dengan enam buah rumah,
yang letaknya sangat berjau-han. Tanah yang gembur dan subur, padi dan
palawija yang tumbuh dengan baik, pisang, ketela, a t a u umbi-umbian
yang selalu berbuah dengan baik pula, sayangnya t a k membuat warga
Kebon Dalem kaya akan h a r t a. Ladang-ladangnya sudah menjadi mi-lik
tuan tanah. Tuan-tuan ber-duit yang memunyai tanah berhektare-hektare,
dan seba-gian lainnya milik Negara.
Nguli nyeset, dan ngangon, membatik,
merupakan lahan bagi orang-orang Kebon Da-lem dalam memenuhi
kebutu-hannya, termasuk tokoh ber-nama Dahlan, yang memunyai mimpi
besarnya; yakni ingin mempunyai sepatu dan sepe-da. Ia bekerja sekuat
tenaga, selepas subuh, tugasnya ada-lah nyabit rumput. Nguli nye-set, nguli nandursudah ia ker-jakan, demi sebuah impian: “Sepatu dan Sepeda.”
Namun, upah yang ia
kumpul-kan dengan keringat dan kerja keras, bercucuran dan harus ia
relakan demi sesuap tiwul. Ya, untuk sesuap tiwul. Hing-ga punahlah
harapan untuk memunyai sepatu. Bahkan, ia tak berharap banyak kepada Ibu
dan bapaknya membeli-kan sepatu untuknya. Kemis-kinan telah
mengajarinya—bahwa banyak yang lebih pen-ting dan harus dibeli
diban-ding dengan sepatu. Tatkala lapar mulai mengantar, ada jurus jitu
yang dia lakukan, y a itu melilitkan sarungnya ke perut dengan
sekuat-kuatnya. Kemiskinan tak membuatnya harus berputus asa, dan tak
juga membuat k e r i a n g a n muncul di masa kanak-kanak-nya. P e r
sahabatan dan rasa kekeluargaan sesama teman-temannya membuatnya
men-jadi bangkit dan terus mene-garkan hati, supaya menjadi patriot
sejati.
Perjalanan sejauh
enam kilometer tiap pagi, tak membuat dia menghentikan
langkah-langkahnya. Walaupun matahari tepat di ubun-ubun, panas membara,
perut keroncongan, dan kaki yang terbakar, serta lecet-lecet karena
berjalan kaki sepanjang enam kilometer tanpa alas kaki, tak membuat
Dahlan mengeluh dan malas-malasan. Kehilangan mengajarkan ia banyak hal
tentang arti kasih sayang, indahnya kebersamaan, bertanggung jawab
karena perbuatan yang seharusnya tak ia lakukan. Serta mem-beri jawaban
dengan bijak pada kekasih yang menjadi tambatan hatinya, Aisha. Dahlan
terus mengejar dua cita-cita besarnya: “Sepatu dan Sepeda”.
Khrisna Pabichara,
sebagai pengarang yang berpengalaman, seorang sastrawan serius dengan
karya-karyanya yang sangat bermutu—mampu menjadikan pembaca menjadi
candu, dan mengurai air mata. Dia mampu membangkitkan semangat setiap
orang dengan menuliskan pesan moral dalam tulisannya. Dan terlepas dari
kekurangan yang ada, hadirnya novel “Sepatu Dahlan” menambah peredaran
karya sastra—lebih khususnya tematik novel di Indonesia. Sangatlah
sayang, andaikata kita tidak membaca novel ini, karena novel ini sangat
inspiratif dan memunyai nilai sejarah, serta mengajarkan bagi kita untuk
menghadapi sebuah tantangan hidup dengan semangat tanpa mengenal putus
asa, menghadapi setiap cobaan dengan ikhlas karena Allah SWT.
No comments:
Post a Comment