Sumber: Kompas. |
Pesta megah dirayakan Setan-setan dirumah bambu, remang-remang. Aku menyaksikan mereka dengan mata telanjang, menunggu keputusan, kematian.
Sambil duduk dikursi panjang, masih kubaca beberapa catatan-catan yang sempat aku buat. Bukan wasiat, melainkan goresan-goresan pikiran yang sempat aku up load ke internet.
Tak jua handphone berdering, menunggu Tuhan memberi peringatan akan tempat, waktu dan skenerio kematianku. Lihatlah, langit memacu gerak angin. Awan hitam bergerumul. Bunga-bunga duka telah ditaburkan oleh para dewa. Di pojok istana kemegahan, arak-arak tumpah memandikan raja-raja. Aku mulai muak dengan imaji.
Kereta berpacu dalam kecepatannya. Memasuki desa-desa, menerobos lorong waktu, gelap.
Awan hitam pecah, suaranya mematikan lampu kehidupan, hujan turun. Kereta memasuki belantara tanpa manusia, hutan rimba.
Kereta menjerit keras, sebentar handphone bergetar dan mati. Pikiranku mulai kalut. Bukan kematian yang aku takutkan, lebih karena takut orang-orang menyaksikan kematianku, keadaannya akan sangat panik.
Panjang napas kuambil, lemparkan senyum keseluruh raung kehidupan, mereka membalasnya dengan getir.
Kulewati muka-muka manusia, mereka semua sama. Langkah kaki menginjak waktu, handphone kemabali berdering. Kali ini longlongan Anjing menjelma menjadi srigala, mereka menjemputku.
Berdiri diantara dua gerbong. Terlihat tulisan "Dilarang merokok dalam kereta" dan "Ruangan ber AC, harap pintu ditutup kembali". Segera saja ku tutup pintu-pintu menuju gerbong, agar kematianku tak tersaksika.
Sekonyong-konyong aku tersentak, lemas. Badanku tersandar didinding kereta. Aku telah menyaksikan jasadku. Pintu samping terbuka. Kereta melaju semakin cepat, baru aku sadar kalau kereta takut akan gelap. Kali ini rel telah terpecah. Kulihat dari arah muka satu kereta melaju berlawanan. Seperti biasa, kereta sombong. Tanpa apa, jasadku terlempar, terhempas kereta dari arah berlawanan, tergilas baja-baja, terobek-robek panas gesekan, aku menyaksikan itu. Rambutku menjelma menjadi debu, tulang-tulangku terlempar kehutan disambut Anjing-Anjing malang, darahku hanyut terbawa hujan. Aku menyaksikan Tuhan dari balik awan. Aku menyaksikan malaikat berdiri dibawah hujan. Aku menyaksikan terlena dengan skeneraio Tuhan. Aku menyaksikan aku, tentang skenerio Tuhan.
Tak ada sejarah yang aku sisakan, selain sejarah "Aku adalah orang yang dibuang oleh kehidupan" dan sejarah "Manusia takan pernah mengenangku"
___________________
Plural Room
KM: 00. 08
Surabaya
Diangkat dari cerita Erna Eryani tentang kata "Aku"
No comments:
Post a Comment